Oleh: dr. Hario Tilarso SpKO
Beberapa waktu belakangan ini, marak diberitakan dimedia mengenai adanya kematian yang terjadi secara tiba-tiba di kalangan atlet, utamanya dari cabang olahraga sepak bola. Hal ini memang agak aneh karena biasanya yang namanya atlet adalah orang yang betul-betul memiliki stamina yang baik, sangat sehat, sehingga menjadi tidak logis kalau terjad mati mendadak. Apa yang sesungguhnya menjadi penyebab kematian belumlah diketahui, karena tidak adanya laporan mengenai autopsi (bedah mayat) yang dilakukan. Seperti diketahui, penyebab kematian hanya dapat ditentukan dari autopsi yang akan dengan tepat menemukan kerusakan pada organ di bagian mana , apakah jantung, paru-paru, otak dll.
Secara umum seorang atlet sebelum memulai suatu kegiatan olahraga harus menjalankan pemeriksaan fisik lengkap pada klub yang menampungnya. Pada klub-klub sepak bola Eropa atau dunia yang elit, setiap pemain yang baru masuk harus menjalani hal seperti ini. Macam pemeriksaan yang dilakukan antara lain adalah :
- Pemeriksaan fisik: tekanan darah, nadi, tebal lemak, tinggi badan, berat badan, ukuran-ukuran tubuh lain (lingkar dada, perut dll).
- Pemeriksaan jantung: EKG istirahat dan stress test (EKG pembebanan)
- Pemeriksaan paru-paru
- Pemeriksaan mata, telingga, gigi
- Pemeriksaan tulang, otot, sendi
- Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine
- Pemeriksaan sinar X
- Ada pemeriksaan tambahan yaitu kekuatan otot, kelenturan, ketepatan keseimbangan, tenaga ledak, dll, yang dianggap perlu tergantung cabang olahraga yang dijalani.
Salah satu item pemeriksaaan yang dianggap penting adalah pemeriksaan jantung, untuk melihat apakah jantung tersebut sehat atau tidak. Dalam olahraga lebih-lebih olahraga prestasi maka jantung akan sangat dibebani, sehingga bila jantung tidak sehat maka akan mungkin terjadi gangguan. Pemeriksaan jantung ini biasanya berupa pemeriksaan EKG (Elektro Kardio Gram = rekaman listrik jantung) pada keadaan istirahat (resting) yaitu tidur tenang. Setelah itu ada pemeriksaan jantung lain yang disebut stress test : test pembebanan, yaitu memeriksa EKG pada keadaan dibebani, missal berlari atau bersepeda.
Pada test seperti ini, dilakukan monitor atas macam-macam alat tubuh misalnya monitor tekanan darah, gunanya adalah untuk melihat apakah tekanan darah naik secara normal sesuai dengan pembebanan atau tidak. Bila terlalu tinggi maka test harus distop. Denyut nadi pada monitor bersama dengan gambaran EKG Exercise. Bila gambaran EKG ada kelainan maka test harus distop. Adapula monitor atas kadar asam laktat, gunanya untuk melihat batas ambang anaerobic (anaerobic threshold) yaitu pada saat kadar asam laktat 4 milimol/L sama dengan denyut jantung berapa.
Pernafasan diperiksa dengan memasang masker untuk mengalirkan udara pernafasan pada alat spirometer, gunanya untuk mengukur kemampuan aerobic (VO2 max). pada jantung yang normal, EKG tidak ada kelainan, meskipun digenjot sampai habis-habisan. Dengan test ini dapat dikatakan bahwa jantung atlet tersebut sehat, jadi ia boleh mengikuti latihan/mengikuti program. Ternyata test cara ini tidak sepenuhnya aman, karena ada sesuatu kelainan jantung yang disebut hypertrophic cardiomyopathy, yang tidak selalu tampak atau member gejala : kelainan ini, adalah penyebab terbanyak mati mendadak (sudden cardiac death = SCM), dan hal ini disebabkan karena ada pembesaran ventikel (bilik) kiri dan adanya ketidakteraturan susunan arsitektur sel-sel tersebut. Pada kasus yang jelas, terlihat gambaran EKG yang abnormal. Pemeriksaan lain yang dapat membantu adalah pemeriksaan dengan echo dan MRI.
Kelinan pada HCM (Hypertrohic Cardiomyopathy) ini dapat menyebabkan gangguan kontraksi otot jantung, sehingga dapat berhenti tiba-tiba. HCM sering tidak memberi gejala sampai saat serangan. Pada suatu penelitian, hanya 21% dari semua yang meninggal karena HCM tersebut yang mempunyai keluhan, yang biasanya berupa sakit dada, sesak nafas, kepala terasa pusing dan pingsan. Bila memang pada pemeriksaan fisik tersebut kelainan HCM, maka atlet tersebut tidak boleh melakukan olahraga/kompetisi dan ia hanya boleh melakukan olahraga ringan saja. Tetapi bila atlet tersebut memiliki riwayat mati mendadak dalam silsilah keluarga, mempunyai gejala-gejala jantung, maka harus dilarang berolahraga.
SCD ini dapat terjadi pada semua olahraga, tetapi yang terbanyak adalah pada sepak bola dan bola basket. Kelainan ini juga terjadi lebih banyak pada orang Afrika Amerika dibandingkan dengan orang kulit putih. Untuk mencegah terjadinya SCD ini maka dianjurkan para atlet menjalani pemeriksaan kesehatan awal yang lengkap sebelum mengikuti sesuatu program latihan/kegiatan olahraga. Dokter olahraga yang nantinya akan menilai apakah ia layak untuk menjadi atlet atau tidak. Ketentuan ini juga berlaku untuk mereka yang akan melakukan olahraga untuk kesehatan. Apalagi bila usia lebih dari 40 tahun periksalah kesehatan secara teliti. Pada usia yang tidak muda lagi, ini kemungkinan terjadi SCD adalah dikarenakan kelainan penyakit jantung koroner, yaitu penyempitan pembuluh darah koroner; yang biasanya terjadi karena timbul plak (kerak) lemak pada dinding dalam pembuluh darah. Untuk itu dianjurkan berolahraga sehat dengan latihan-latihan yang mudah, ringan dan tidak perlu sampai maksimal. Pilihlah cuaca yang nyaman dan waktu yang tepat. Hindari cuaca ekstrim, misalnya terlalu panas atau terlalu dingin. Hindari pula ketinggian elevasi seperti di daerah pegunungan, karena udara yang tipis dapat memicu serangan jantung koroner.