Hangatnya pemberitaan yang beredar seputar polemik Adya Novali yang berhasil meraih prestasi di Arnold Classic bulan Maret 2015 ini, membuat para aktifis pecinta olahraga beban maupun badan induk organisasinya sendiri pun mulai angkat bicara. Khususnya mereka (yang tidak mengerti aturan organisasi cabang olahraga binaraga) berpikir bahwa penanganan atlet-atlet yang berprestasi oleh federasi Binaraga Indonesia yaitu PB PABBSI sangat buruk. Tidak adanya dukungan dan bahkan kemungkinan adanya sanksi kepada dirinya tersebut membuat para fitnessmania Indonesia memandang sebelah mata akan peranan federasi binaraga Indonesia ini. Untuk itu sebelum membuat persepsi sendiri mengenai siapa yang benar dan yang salah, ada baiknya kita sama-sama mendengar klarifikasi dari pihak PB PABBSI yang berhasil Reps-ID.com wawancarai disela rapat organisasinya berikut ini.
Support dari PB PABBSI
Siapapun khususnya pecinta dunia binaraga pasti tahu bahwa ajang Arnold Classic ini merupakan salah satu ajang bergengsi dibawah naungan federasi IFBB (International Federation of Body Building). Namun, perlu kita ketahui bahwa Indonesia sendiri berkiblatkan pada induk federasi WBPF (World Bodybuilding & Physique Federation). Dahulu kedua federasi besar dunia tersebut tergabung dalam IFBB. Tetapi karena terjadi perpecahan dalam IFBB, maka terbentuklah WBPF. Mengapa Indonesia sendiri berkiblat pada WBPF? Karena Indonesia memilih federasi mana yang dapat menyelenggarakan multi event, dan jawabannya adalah WBPF. WBPF menaungi beberapa event seperti SEA Games, Asean Games, dan ajang besar Mr Universe.
AN sendiri terjun ke Arnold Classic dan meregistrasikan diri di IFBB Singapura dengan alasan bahwa di Indonesia sendiri tidak memiliki federasi IFBB, sehingga ia melakukan registrasi di negara terdekat. Akibatnya adalah nama AN di kejuaraan tersebut ia tercantum sebagai atlet dari Singapura. Namun dirinya mengklaim bahwa ia membawa nama Indonesia. Bagaimanapun PB PABBSI tidak melarang atlet Indonesia untuk ikut kejuaraan yang dinaungi IFBB seperti Arnold Classic. Tetapi dengan jalur federasi yang tidak sejalan serta menggunakan dana pribadi tersebut, pihak PB PABBSI tidak bisa memberikan support apapun kepadanya.
“Kalau kita mau mewakili negara itu ada peraturannya, yaitu surat pengantar dari PengProv, setelah itu baru mendapatkan surat rekomendasi dari PB PABBSI ke federasi yang dimaksud. Tentunya ada persyaratan yaitu sertifikat bebas dopping. Biasanya biayanya bisa ditanggung PB PABBSI dan setelahnya bisa mendapatkan bonus dari negara dengan syarat ia memiliki surat rekomendasi. Sejauh ini kami dari PB PABBSI sangat mendukung sekali atlet-atlet binaraga yang ingin berprestasi diluar sana” Tutur Binpres PB PABBSI bapak Kemalsyah Nasution, SH. Disamping itu beliau menambahkan, “Lebih baik saya tidak bertanding dari pada membawa nama negara lain. Misalkan saya punya pendana, saya akan memilih bertanding melalui jalur yang seharusnya dan terdaftar melalui federasi negara.”
Berprestasi ditingkat dunia dengan mengibarkan bendera kebangsaan diiringi kumandang lagu Indonesia raya memang merupakan suatu kebanggaan yang tak ternilai harganya. Namun bila tidak melalui prosedur yang berlaku, malah justru menjadi hal yang sebaliknya. Bukannya membela tanah air, malah menjadi masalah lantaran membawa nama negara lain meskipun dengan berbagai alasan. Bagi PB PABBSI kehilangan seorang atlet itu bukanlah masalah. Pak Kemal mengatakan “Kalo masalah kehilangan, atlet itu silih berganti dan penilaian atlet tidak hanya badan tetapi juga attitude. Karena ketika atlet mewakili negara di luar negeri, dia sudah merepresentasikan dirinya sendiri maupun cerminan sebuah negara. Kalau sikapnya buruk, kelak Indonesia juga akan terlihat buruk di mata negara lain.”
Sebenarnya peraturan seperti ini sudah berlaku sejak lama. Tetapi, dikarenakan di Indonesia sendiri pembinaan atletnya kurang, juga karena tidak adanya sosialisasi tentang peraturan itu sendiri dari pihak PB PABBSI, peraturan itupun semakin hilang dimasyarakat. Bahkan olahraga prestasi dibidang inipun semakin menurun lantaran sudah minim peminatnya ditingkat nasional itu sendiri. Untuk itu ada baiknya bila pemerintah ikut andil dalam hal ini.
Masalah Pembayaran Bonus Atlet
Menyinggung soal pembayaran bonus atlet, memang hal yang satu ini menjadi kendala bagi PB PABBSI sendiri. Karena masing-masing cabang di setiap daerah dipimpin oleh orang yang berbeda, penyampaian hak atlet pun mengalami kendala. AN adalah salah satu atlet yang mengalami kendala pembayaran bonus tersebut. Pak Kemal membenarkan hal ini memang terjadi. Namun, semua itu kembali kepada diri masing-masing. “Sekarang begini saja, PABBSI itu luas dan orangnya banyak. Bila ada orang yang tidak memberi haknya dia, itu pasti ulah oknum bukan ulah PB PABBSI. Untuk itu lebih baik laporkan saja orang yang bersangkutan agar bisa diproses lebih lanjut.” ujarnya.
Pak Kemal memiliki usulan agar para atlet yang berjuang untuk Indonesia dibuatkan Kartu Atlet Berprestasi sehingga urusan mengenai hak atlet bisa langsung ke induknya saja. Jadi tidak perlu melalui orang lain agar tidak terjadi penyelewengan. Semoga harapan seperti inilah yang dapat digalakan dan didengar oleh pemerintahan Pemuda dan Olahraga untuk menunjang kinerja atlet agar terus berprestasi mengharumkan bangsa.
Pencoretan nama dari PB PABBSI
Berdasarkan informasi yang beredar diberbagai media yang sedang hangat mengulas seputar hal ini, maka sanksi untuk mereka yang bertanding tetapi tidak melalui WBPF adalah dicoret dari PB PABBSI. Namun, sebelum melakukan pencoretan nama atlet itu sendiri, perlu adanya rapat mufakat untuk mengesahkan apakah atlet tersebut layak dicoret ataupun tidak. Sedangkan di pihak PB PABBSI sendiri hingga saat ini belum mengadakan rapat lebih lanjut mengenai sanksi yang didapatkan oleh AN. Perihal pencoretannya dari Pelatnas, Pak Kemal mengklarifikasi bahwa sebenarnya AN tidak dicoret dari Pelatnas, melainkan tidak diikut sertakan dalam tim inti untuk mengikuti South East Asean Bodybuilding karena kandidat atlet pada saat itu cukup bervariatif dalam aspek kualitasnya.
Pembenahan oleh PB PABBSI
Ditahun 2015 ini, banyak sekali pertandingan-pertandingan sekala kecil yang diadakan dibeberapa daerah di Indonesia. Tetapi belum memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang seharusnya. Untuk itu tugas PB PABBSI saat ini adalah melakukan pembenahan dari sekarang melalui beberapa pembinaan diantaranya untuk para juri. Meskipun pertandingan tersebut hanya berskala kecil saja, sebaiknya gunakanlah juri yang sudah bersertifikat. Karena mereka yang sudah tersertifikasi pastinya sudah mengerti perihal penilaian. Bukan hanya sekedar menilai sesuai insting, tetapi berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Dengan begitu pertandingan akan berjalan sesuai dengan semestinya tanpa ada istilah kecurangan dari pihak manapun.
Berprestasi sesuai dengan peraturan
Sebenarnya tidak ada larangan untuk siapapun berprestasi. PB PABBSI sendiri pun tidak akan membatasi kemanapun atlet-atlet berprestasi karena itu hak mereka masing-masing. Namun, mereka yang berprestasi diluar jalur federasi yang ada di Indonesia harus siap bila menerima konsekuensinya masing-masing. “Pesan saya untuk atlet regenerasi berikutnya jangan patah semangat dan teruslah berjuang. Selain itu berhati-hatilah dengan dopping. Banyak tanggapan yang keliru mengenai dopping. Dopping itu berbahaya dan dapat terdeteksi meskipun kita sudah lama mengkonsumsinya.” Tutur Bapak Sony Kasiran selaku Wakil Sekjen PB PABBSI.
PB PABBSI berharap untuk para atlet regenerasi berikutnya yang ingin berprestasi baik ditingkat nasional ataupun tingkat dunia. Sebelum mengikuti kejuaraan Internasional harus terlebih dahulu mengerti persyaratannya seperti apa. Agar tidak terjadi lagi kisruh antara federasi dan atlet yang menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan salah satu atlet yang mampu membawa nama Indonesia ke kancah dunia. Untuk itu PB PABBSI membuat sebuah forum di media sosial yang didalamnya terdapat banyak binaraga-binaraga yang telah terdaftar di PB PABBSI untuk mewakili Indonesia yang mampu menjelaskan bagaimana aturannya dalam berprestasi baik nasional maupun tingkat Dunia. (Ayy/Alf)