Oleh: Dr. Maya Lestari Widyastuti
Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume & tekanan darah, kadar gula darah, otot juga resistensi tubuh. Kortikosteroid banyak digunakan dalam pengobatan radang dan penyakit imunologik. Hormon ini penting untuk fungsi fisiologik dan metabolik dalam tubuh.
Untuk penyakit radang dan penyakit yang didasari oleh proses imunologik seperti penyakit jaringan ikat “lupus eritematosus sistemik”, demam rematik akut, radang usus “colitus ulseratif”, keadaan alergi, atau hipersensitifitas “vakulitis alergika, reaksi obat lain”, penyakit ginjal “sindroma nefrotik idiopatik”, penyakit darah yang diakibatkan oleh proses imunologik “Anemia hemolitik autoimun”, asma berat, penyakit kulit “dermatitis kontak” dan penyakit mata “blefaritis”. Dikarenakan banyak kegunaannya, banyak yang mengatakan kortikosteroid sebagai obat dewa.
Pemberian hormon ini dalam dosis farmakologik tidak hanya memberi efek anti-inflamasi dan imunosupresif (menekan sistem pertahanan tubuh), tetapi juga mempunyai efek yang merugikan. Efek imuno supersif kortikosteroid bersifat non spesifik sebab disamping menekan respon imun humoral juga menekan respon imun seluler. Kortikosetroid juga termasuk dalam golongan anabolik steroid, yang juga termasuk salah satu jenis obat yang termasuk dopping di kalangan atlet.
OSTEOPOROSIS SEKUNDER , yakni berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah, akibat penggunaan obat-obatan, yang salah satunya adalah kortikosteroid.
Osteoporosis pada wanita
Pada usia 60-70 tahun, lebih dari 30% wanita menderita osteoporosis dan kejadiannya meningkat resikonya menjadi 70% pada usia 80 tahun keatas. Osteoporosis dalam bidang kedokteran tergolong silent disease, artinya tidak mempunyai gejala dan tanda yang mudah dideteksi. Pada wanita yang mengalami menopause akan terjadi penurunan kepadatan massa tulang yang sangat cepat pada 10 tahun pertama setelah menopause akibat dari penurunan kadar estrogen. Kekurangan estrogen akan mengganggu fungsi sel pembentuk tulang yang pada akhirnya dapat menyebabkan osteoporosis.
Osteoporosis sering terjadi pada tulang belakang, tulang panggul, pergelangan, dan paha. Tidak jarang seseorang mengalami patah tulang hanya karena menuruni tangga rumah, seakan tidak percaya bahwa hanya melakukan aktifitas yang relatif ringan. Pola hidup yang salah juga dapat menjadi salah satu penyebab atau faktor resiko terjadi osteoporosis. Pola makan, dalam hal makanan terdapat 2 unsur mineral dan vitamin yang berfungsi untuk pembentukan tulang yaitu Kalsium dan vitamin D.
Orang yang suka mengkonsumsi serat berlebih dapat terkena osteoporosis, dikarenakan serat berlebih mengganggu penyerapan mineral terutama kasium dan sejumlah vitamin. Penggunaan obat-obatan tertentu secara berlebih dalam jangka waktu lama (antacid, diuretic, heparin, tetrasiklin) juga dapat menghambat penyerapan kalsium, bila terpaksa harus menggunakannya, sebaiknya dibarengi dengan pemberian obat penambah kalsium.
Rokok, alkohol, teh, kopi, minuman bersoda dapat menghambat penyerapan kalsium. Meskipun bukan untuk mengobati osteoporosis, kalsium sangat diperlukan oleh tubuh. Setiap orang mempunyai kebutuhan kalsium yang berbeda, tergantung usia. Kebutuhan kalsium perorang kurang lebih berkisar antara 1000 – 1300 mg. Pada usia memasuki menopause, kebutuhan akan kalsium menigkat. Perlu diingat bahwa meskipun yang diperlukan adalah mineral (kalsium) tetapi agar mudah dicerna oleh tubuh kalsium memerlukan vitamin D (bisa didapat dari kulit yang terpapar sinar matahari, makanan seperti susu, kuning telur, ikan laut, hati, maupun suplemen vitamin D).
Apabila tubuh tidak mampu menyerap kalsium dari makanan yang kita makan, akibatnya tubuh terpaksa mengambil kalsium dari tulang. Osteoporosis dapat dihambat dengan cara memaksimalkan pembentukan massa tulang pada masa remaja, caranya dengan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah cukup olahraga teratur dan mengubah kebiasaan makan. Beberapa faktor resiko timbulnya osteoporosis, yaitu:
1. Umur
2. Ras, kulit putih mempunyai resiko yang tinggi.
3. Jenis kelamin, wanita lebih beresiko dibanding pria.
4. Makanan, misal: kekurangan kalsium.
5. Obat-obatan, misal: kortikosteroid.
6. Merokok dan alkohol, akan meningkatkan resiko osteoporosis.
7. Penyakit kronik tertentu, seperti penyakit hati, ginjal, saluran pencernaan.
8. Imobilisasi (tidak bergerak) dalam jangka waktu lama, juga akan meningkatkan resiko osteoporosis.
Kita harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis apabila menemukan:
1. Patah tulang akibat trauma ringan.
2. Tubuh makin pendek atau makin bongkok.
3. Nyeri tulang merata.
4. Ditemukan gambaran radiologist yang khas.
Pemeriksaan penunjang:
– Pemeriksaan radiolohik (Rontgen).
– Pemeriksaan USG.
– Pemeriksaan densitometri.
– Pemeriksaan yang paling akurat adalah DXA (Dual-energy X-ray Absorptiometry). Pemeriksaan ini aman dan tidak menimbulkan nyeri, proses pemeriksaan dilakukan dalam 5 – 15 menit.
DXA sangat berguna untuk:
– Wanita yang memiliki resiko tinggi osteoporosis,
– Penderita yang didiagnosis belum pasti.
Pencegahan osteoporosis
1. Mengurangi penggunaan kortikosteroid.
2. Mengurangi berat badan (bila obesitas).
3. Kurangi latihan fisik yang berat.
4. Hentikan kebiasaan merokok dan minum alkohol.
5. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang cukup.
6. Melakukan olahraga seperti berjalan dan menaiki tangga.
7. Mengkonsumsi obat-obatan, untuk keadaan tertentu (seperti pada wanita menopause).
8. Dapat juga dengan therapy tambahan (therapy ozon), untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh akibat efek imunosupersif dan kortikosteroid.
Saat ini telah ditemukan preparat untuk menghambat atau mencegah osteoporosis yakni yang berisi Alendronate Sodium, berbentuk tablet, yang hanya perlu dikonsumsi 1 x seminggu.
Tapi bagaimanapun pencegahan sedini mungkin akan lebih aman dibandingkan akibat yang akan didapat. Semoga bermanfaat!!