Oleh: Dr. Imelda Nainggolan
Hampir separuh populasi wanita dewasa mengalami sindrom pra-menstruasi alias PMS (pre-menstruation syndrome). Gejalanya sangat beragam dan acap kali berbeda antara penderita yang satu dengan yang lain. Gangguan kesehatan berupa pusing, depresi, perasaan sensitif berlebihan sekitar dua minggu sebelum haid biasanya dianggap hal yang lumrah bagi wanita usia produktif. Sekitar 40% wanita berusia 14-50 tahun, menurut suatu penelitian, mengalami sindrom pra-menstruasi atau yang lebih dikenal dengan PMS (Pre-Menstruation Syndrome).
Apa yang menyebabkan seorang wanita mengalami PMS belum dapat diketahui secara pasti. Banyak dugaan bahwa PMS terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor yang kompleks dimana salah satunya adalah akibat perubahan hormonal yang terjadi sebelum menstruasi. Terjadi penurunan kadar hormon estrogen setelah ovulasi yang mempengaruhi neurotansmitter diotak terutama serotonin. Serotonin memegang peranan dalam regulasi emosi. Meskipun demikian, diduga interaksi kompleks antara hormon estrogen, progesterone dan serotonin dengan PMS masih perlu diteliti lebih lanjut.
Gangguan metabolisme dan pola hidup yang tidak sehat (terutama faktor nutrisi) juga mungkin turut berperan dalam menyebabkan PMS. Diduga terjadi gangguan metabolisme prostaglandin akibat kurangnya gamma linolenic acid (GLA). Fungsi prostaglandin adalah untuk mengatur sistem reproduksi (mengatur efek hormon estrogen, progesterone), sistem saraf (mengatur kerja neurotransmitter) dan sebagai anti peradangan. Selain gangguan metabolisme, pola nutrisi yang tidak seimbang berupa diet tinggi lemak, tinggi garam & gula, rendah vitamin & mineral, sedikit serat dapat menimbulkan PMS, Konsumsi kafein (terdapat dalam kopi, teh) serta alkohol yang berlebihan dapat memperberat gejala yang ada.
Gejala Klinis
Terdapat kurang lebih 200 gejala yang dihubungkan dengan PMS, namun gejala yang paling sering ditemukan adalah iritabilitas (mudah tersinggung) dan disforia (perasaan sedih). Gejala mulai dirasakan 7-10 hari menjelang menstruasi berupa gejala fisik maupun psikis yang menganggu aktifitas sehari-hari dan menghilang setelah menstruasi.
Fisik
- Kelemahan umum (lekas letih, pegal, linu)
- Acne (jerawat)
- Nyeri pada kepala, punggung, perut bagian bawah
- Nyeri pada payudara
- Gangguan saluran cerna misalnya rasa penuh/kembung, konstipasi, diare
- Perubahan nafsu makan, sering merasa lapar (food cravings).
Mental
- Mood menjadi labil (mood swings), iritabilitas (mudah tersinggung), depresi, ansietas
- Gangguan konsentrasi
- Insomnia (sulit tidur)
Ada 3 (tiga) elemen penting yang menjadi dasar diagnosa apakah seorang wanita mengalami PMS, yaitu jika ditemukan:
1. Gejala yang sesuai dengan gejala PMS.
2. Dialami setiap siklus menstruasi (konsisten).
3. Menimbulkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari.
PMS harus dibedakan dengan perubahan yang biasa dirasakan sebelum menstruasi (simple pre menstrual symptoms), yang tidak menimbulkn gangguan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari misalnya rasa tegang pada payudara. Keadaan ini adalah ciri khas dari siklus ovulasi normal yang terjadi setiap bulan.
Terapi
Sebaiknya seorang wanita yang diduga menderita PMS mencatat keluhan yang dirasakannya dalam sebuah catatan harian yang disebut PMS diary. Dengan adanya catatan tersebut dapat menegakkan diagnosa erta pengobatan. Tujuan dari pengobatan PMS adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan gejala yang ada, mengurangi akibat yang timbul dari PMS dalam aktifitas sehari-hari maupun hubungan interpersonal, serta menguasahakan agar efek samping minimal dari terapi yang diberikan.
Adapun terapi yang dapat diberikan dapat berupa terapi farmakologi dengan menggunakan obat-obatan untuk mengatasi rasa nyeri, maupun terapi non farmakologi seperti modifikasi pola hidup dengan asupan nutrisi yang seimbang.
Tetapi non farmakologi memegang peranan penting dalam penanganan PMS berupa edukasi penderita, terapi suportif dan modifikasi gaya hidup. Perubahan pola nutrisi memiliki efek yang bermakna karena berdasarkan penelitian yng dilakukan oleh dr. Guy Abraham, penambahan nutrisi tertentu disertai perubahan pola makan 1-2 minggu menjelang menstruasi dapat mengurangi gejala PMS.
Komposisi nutrisi yang dianjurkan bagi penderita PMS adalah diet rendah lemak dan garam, mengandung protein, vitamin, mineral (Vitamin B, Vitamin C, Vitamin E, Ca, Mg, Zn) yang seimbang, serta dianjurkan untuk mengurangi konsumsi kafein (kopi, teh). Para penderita PMS sebaiknya melakukan olahraga secara teratur serta menghindari stres berkepanjangan. Terapi suportif seperti hipnoterapi, terapi warna, meditasi dan lainnya dapat membantu mengurangi gejala yang dirasakan. (Dr. Imelda Nainggolan)