Apakah menjadi kurus itu lagi mode saat ini? Benarkah fisik seperti itu yang harus dicapai oleh tiap wanita agar disukai? Lantas… apa itu yang dibilang menarik? Berlawanan dengan citra percaya diri dan mandiri, fisik para wanita itu terlihat lemah dan sakit. Mereka terlihat seperti korban mode. Apa yang sebenarnya terjadi dalam budaya kita?
Seperti biasa dalam perjalanan menuju ke gym, saya stop di lampu merah, melihat 2 gadis remaja, mungkin usianya tidak lebih dari 14-15 tahun, jalan menyeberang jalan didepan saya. Mereka menarik perhatian saya. Mereka memakai kaos ketat, model tanpa lengan dan pendek sehingga pusarnya terlihat, serta memakai celana pendek. Setelah diperhatikan, mereka itu sangat kurus. Saya jadi shock melihatnya, tak percaya dengan mata saya! Dari dalam mobil, saya bisa lihat tulang sekitar kerah mereka. Tangan dan kakinya begitu kurus sehingga lutut dan persendiannya terlihat tidak proporsional ukurannya dan tidak pada tempatnya. Saya juga bisa lihat tulang punggung mereka.
Pemandangan serupa juga sering saya lihat di katalog Victoria’s Secret. Pada setiap halamannya di isi foto wanita yang tidak sehat, terlihat sangat rapuh. Jika wanita diharuskan punya fisik seperti para model itu, maka mereka benar-benar dalam kesulitan. Para gadis remaja yang terpengaruh citra yang dianggap menarik oleh media, tapi malahan terlihat seperti baru keluar dari kuburan. Bagi saya, media sangat jahat karena membuat mereka mempercayai semua itu.
Saya coba lemparkan sebuah pertanyaan pada klien saya, kala ia akui tengah bergulat dengan dirinya soal citra fisiknya. Sekedar gambaran, ia wanita muda, umur sekitar 20an, menarik, dan sangat kurus. Belakangan ia mengaku tidak puas dengan ukuran badannya, dan ingin latihan beban. Setelah ngobrol cukup lama, saya jadi tahu jika banyak wanita yang tidak mau latihan beban karena percaya akan membuat otot mereka membesar, membuat mereka terlihat seperti pria.
Bagi mereka, menjadi berotot berarti menyerahkan feminimitas mereka. Bagi mereka, latihan beban dan menjadi berotot itu identik dengan citra wanita Amazon dari jaman purba dulu. Menurut mitos, Amazon adalah pejuang wanita yang ikut perang bersama pria, sangat bertolak belakang dengan apa yang dianut budaya modern kita menyangkut wanita. Padahal, arti Amazon yang sebenarnya adalah “tanpa payudara”. Itu menjadi masuk akal karena agar mampu memakai busur dan panah secara efisien, mereka membuang satu payudaranya agar tidak tumbuh jika dewasa kelak. Resikonya, saat wanita jaman sekarang mendengar kata ‘latihan beban’, yang otomatis tergambar dibenak mereka adalah wanita raksasa tanpa payudara dan tidak menarik yang sedang posing.
Dalam satu sisi budaya kita mengutuk fisik raksasa pejuang wanita. Disisi lain budaya kita mengidolakan fisik kurus ala model (dianggap feminim). Jadi sangat mudah menebak kemana para wanita akan memilih bentuk fisiknya. Tak heran jika wanita jaman sekarang akan mati-matian mendapatkan fisik seperti selembar kertas, berujung pada fisik malnutrisi dan tidak berkembang, membuat mereka sedikit diatas angin dibandingkan seonggok daging yang ada di meja makan mereka. Benar-benar kriminal.
Membimbing latihan beban bersama wanita jauh lebih sulit ketimbang pria, karena ada tugas tambahan didalamnya, yaitu secara konstan terus menerus harus mematahkan citra yang salah tempat itu. Terjadi pertempuran batin yang luar biasa didalam wanita setiap kali latihan beban. Sebagai pria, saya merasakan derita dari pertempuran batin mereka, jauh lebih dahsyat daripada yang di alami pria yang rajin latihan di gym sekalipun. Di satu sisi mereka ingin sehat dan fit secara fisik, disisi lain mereka ketakutan setengah mati jika latihan beban dan otot bisa bikin mereka jadi maskulin dan tidak menarik di mata pria.
Sekarang saya tanya balik ke Anda semua para pembaca. Sejak kapan pria memonopoli otot? Sejak kapan ada konsensus yang menyatakan jika pria berotot itu menarik dan wanita berotot itu Amazon? Apa untungnya para pria melarang wanita membentuk fisiknya hingga ke batas maksimal genetik mereka? Apakah wanita yang latihan beban akan berubah menjadi HULK?
Tentu saja tidak. Kenapa? Karena wanita tak punya testosterone sebanyak pria. Sebuah komponen penting membentuk dan membesarkan otot. Tanpa pemakaian steroids, semua yang dikhawatirkan wanita diatas tidak akan terjadi. Ketika wanita memutuskan latihan beban dan mulai terisi fisiknya menjadi lebih proporsional, mereka juga akan mengalami perubahan pada jiwanya. Rasa percaya diri mereka meningkat drastis, lebih menghargai diri melebihi sebelumnya, dan merasa jauh lebih aman walau tanpa kehadiran pria disisinya sekalipun. Wanita yang sebelumnya dimaklumi oleh publik karena berjalan dengan tubuh bak kertas dan lemah, kini bisa berjalan tegak penuh percaya diri. Wanita yang sebelumnya diremehkan pria dengan sebutan “bit*h”, kini tak seorang pun yang bahkan berani berpikir seperti itu padanya.