Bayangan orang kebanyakan jika mendengar pemakaian steroids, pasti dikaitkan dengan seorang atlet yang mampu lari secepat kilat, mencetak banyak homerun (baseball), atau memenangkan banyak kejuaraan. Steroid juga digembar-gemborkan punya efek samping negatif yang mengerikan dan jadi biang keladi kerusakan permanen pada tubuh manusia. Benarkah semua itu?
Disatu sisi, publik gemar mengikuti kisah steroids yang bikin kacau kehidupan atlet muda, atau kisah atlet muda yang mengalami problem seumur hidup akibat pemakaian streoids. Disisi lain, publik juga gemar menonton film seperti Spiderman di mana sang penjahat, Green Goblin, memakai steroids jenis baru guna mendapatkan kekuatan superhuman dan kepribadian ganda.
Kali ini REPS akan membuktikan jika semua kisah horror tadi itu, dalam kenyataan lapangan hanya terjadi dalam jumlah sedikit, jauh dari kenyataan sebenarnya. Survei terhadap ratusan atlet dan binaragawan membuktikan jika kisah horror diatas nyaris tiap hari. Pernahkah Anda mendengar ada atlet yang berubah menjadi Green Goblin karena memakai steroids? Saya tidak!
Diharapakn seelah membaca ulasan ini, para atlet, pelatih, orang tua, dan guru akan mengetahui kebenaran soal efek samping anabolik steroids. Dari situ mereka bisa ambil keputusan bijaksana terkait seberapa buruknya pemakaian steroids itu sebenarnya. Tidak dibuat-buat dan tidak dibesar-besarkan. Tidak lebih, tidak kurang. Tetapi besar kemungkinan, setelah membaca ulasan ini, pertanyaannya tak lagi soal sebarapa jahat steroid itu, tapi berubah menjadi “kenapa tak seorangpun yang memberi tahu saya soal ini?”
1. Produksi hormon alami tubuh menurun
Inilah efek samping yang umum terjadi pada pemakai anabolik steroids. Memasukkan zat hormon ke dalam tubuh Anda, berarti disaat bersamaan akan mengisyaratkan sistem endokrin tubuh (sinyal ini dikirim ke testis) untuk mengurangi, bahkan menghentikan produksi hormon alaminya, karena tubuh berusaha menyeimbangkan kadar hormon via proses homeostatis. Kasus ini terjadi tidak hanya pada pemakaian testosterone saja, tapi juga semua jenis steroids yang ada dipasaran saat ini. Tergantung jenis steroidsnya, penurunan produksi hormon alami tubuh beragam levelnya. Penurunan ini bersifat sementara, begitu steroids yang ada dalam tubuh sudah habis, maka Anda kembali ke kondisi normal.
Bagan 1 dan 2 memperlihatkan kadar steroids nandrolone dalam tubuh. Disitu terlihat, kadar steroids naik (bagan 2) dan kadar testosterone turun (bagan 1), demikia pula kebalikannya. Bagan 1 memperhatikan kadar testosterone alami tubuh menurun kala sedang memakai nandrolone.
Mayoritas atlet memakai steroids menerima semua resiko tersebut agar dapat merasakan manfaat pemakaian steroids. Guna melawan efek samping ini, komunitas atlet melakukan eksperimen trial dan error selama tahunan, memakai beragam jenis obat, guna meminimalkan efek samping ini. Human Chorionic Gonadotropin, anti esterogen, dan Selective Estrogen Receptor Antagonist, semua drug itu dipakai selama dan sesudah cycle, guna meminimalkan efek samping.
Bagan 3 memperlihatkan kadar beragam jenis hormon pada atlet yang tidak pakai steroids selama setahun, lalu dibandingkan dengan pemakai steroids yang aktif. Disitu terlihat mantan pemakai steroids punya kadar hormon yang normal (testosterone, estrogen, dll). Jadi jelas disini jika efek samping steroids itu tidak permanen seperti klaim kebanyakan media. Tabel itu memperluhatkan efek samping steroids bisa disembuhkan, dan kisah horror yang banyak kita baca dimedia seputar keburukan steroids terbukti terlalu dibesar-besarkan. (Journal of Steroids Biochemistry and Molecular Biology. 84 (2003) 369-375).
2. Gangguan liver
Gangguan pada liver adalah efek samping yang paling seram yang pernah oleh siapapun yang ingin dan pernah mencoba steroids. Media kerap menyebutkan hal ini pada semua jenis steroids yang ada, divoniskan pada setiap pemakai. Steroids yang dikonsumsi via mulut, semua harus melalui liver sebagai organ penyaring. Semua yang masuk mulut akan diurai oleh liver dengan bantuan enzim, baru setelah itu diteruskan ke aliran darah. Terjadi kenaikan enzim liver selama berusaha mencerna steroids. Fenomena inilah yang kerap dituding media sebagai gangguan liver.
Fakta sebenarnya adalah, kenaikan enzim liver tak serta merta bisa dikaitkan dengan gangguan liver. Liver fungsinya sebagai organ filter tubuh. Kenaikan enzim akan terjadi jika ada zat apapun yang masuk mulut Anda, tidak hanya steroids saja.
Ada sebuah penelitian di tahun 1999 yang menganalisa efek samping pemakaian steroids oral (Halotestin/ Fluoxymesterone, Dianabol/Methylandrostanolone, Winstrol/Stanozolol) selama cycle 8 minggu. Steroids itu diberikan kepada tikus dengan dosis 2 mg/kg berat badan sebanyak 5 kali seminggu. Itu setara dengan 200 mg/day untuk atlet berbobot sekitar 90 kg.
Praktek dilapangan menunjukan, tak ada atlet yang dilaporkan pernah memakai dosis sebesar itu. Hasil menunjukkan, enzim liver tikus tetap berada dikisaran normal. (*Med Sci Sports Exerc. 1999 Feb;31(2): 243-250, Rat liver lysosomal and mithocondrial activities are modified by anabolic-androgenic steroids. Molano F, Saborido A, Delgado J, Moran M, Megias A.)
Dalam penelitian terpisah lainnya, 16 binaragawan pemakai steroids dibandingkan dengan 12 binaragawan lain yang tidak pakai steroids. Para pemakai diperintahkan menghentikan pemakaian steroids selama 3 bulan. Setelah 3 bulan, peneliti menemukan bahwa enzim liver pemakai steroids kembali ke levelnya dengan mereka yang natural. Semua hanya dalam waktu 3 bulan saja. (*Int J Sports Med 1996 Aug: 17(6):429-33, Body composition, cardiovaskular risk factor and liver function in long-term androgenic-anabolic steroids using bodybuilders three months after drug withdrawal. Hartgens F, Kuipers H, Wijnen JA, Keizer HA).
Bagan 4 memperlihatkan mantan pemakai steroids punya kadar enzim liver yang normal setelah basen pakai steroid selama setahun. Bahkan pada beberapa enzim tertentu, kadarnya tergolong normal pada pemakai steroids aktif sekalipun. (*Journal of Steroid Biochemistry and Molecular Biology, 84 (2003) 369-375). Pengecualian bagi mereka yang meng’abuse’ pemakaian roid. Tinggal tunggu waktu kapan livernya mogok kerja.
3. Efek terhadap kolesterol
Steroid mampu menurunkan kolesterol HDL dan menaikan kolesterol LDL. HDL atau high Density Lipoprotein adalah kolesterol baik, LDL sebaiknya. Kolesterol adalah profile kadar lemak darah Anda. HDL melindungi pembuluh darah dengan cara menyalurkan kolesterol yang tak terpakai ke liver untuk dihancurkan. LDL justru sebaliknya. Tergantung jenis steroidsnya, kenaikan dan penurunan HDL dan LDL beragam levelnya. Bagan 5 menunjukan, rasio HDL dan LDL akan kembali ke kisaran normal begitu Anda absen memakai steroids.
4. Gynecomastia (Pertumbuhan payudara pada pria)
Gynecomastia atau feminisasi pada pria pemakai steroids bisa saja terjadi karena lonjakan kadar estrogen via proses aromatisasi, dimana androgen seperti testosterone dikonversi menjadi estrogen. Kelebihan estrogen ini kemudian mengikatkan dirinya dengan sel receptor (sel yang peka rangsangan) yang ada dijaringan puting susu pria yang mengakibatkan akumulasi lemak berlebih pada payudara pria, memberi kesan seperti dada wanita. Bagi atlet yang ikut kontes, tidak ada jalan lain kecuali menjalani operasi kecil untuk menyembuhkannya.
Gejalanya diawali oleh rasa gatal pada puting susu, lalu diikuti rasa sakit. Prosesnya terjadi selama beberapa hari, jadi atlet punya banyak kesempatan (waktu) untuk menghentikan pemakaian steroids. Jika tak mau menghentikan pemakaian steroids, atlet biasanya berusaha meminimalkan proses gynecomastia itu dengan bantuan obat-obatan seperti anti estrogen Nolvadex atau Arimidex selama cycle steroids berlangsung, atau memakai Letrozole (sejenis aromatase inhibitor dan anti estrogen yang sangat kuat) sesudah cycle, guna menghancurkan jaringan payudara yang sudah terlanjur terbentuk.
Gynecomastia melibatkan kelenjar pituitary (ovarium pada wanita). Bagan 6 memperlihatkan testosterone punya kemampuan aromatisasi (berubah menjadi estrogen) yang memicu efek berantai yang berujung pada gynecomastia. (GYNECOMASTIA: ETIOLOGY, DIAGNOSIS, AND TREATMENT Chapter 14 – Ronald S. Swerdloff, MD Jason Ng, MD, and Gladys E. Palomeno, MD, March 1, 2004).
5. Jerawat
Steroids bisa memicu pertumbuhan jerawat karena beragam faktor, terutama faktor jenis steroids dan dosis yang dipakai. Kelenjar sebaceous pada kulit sangat sensitif terhadap Dihydrotestosterone (DHT), yaitu sebuah androgen yang diproduksi alami oleh tubuh dari bahan baku testosterone dengan bantuan enzim 5-Alpha Reductase. Peningkatan aktifitas kelenjar tadi akan menambah jumlah cairan minyak pada permukaan kulit yang kemudian bereaksi dengan bakteri dan kulit mati yang ada dipermukaan kulit, berujung pada penyumbatan saluran kelenjar kulit dan berakhir dengan jerawat. Semua ini bisa dicegah dengan membatasi jenis steroids yang dipakai, rajin membersihkan kulit, atau memakai salep anti androgen. (1. Am J Clin Dermatol. 2002;3(8):571-8. 2. Clin Dermatol. 2004 Sep-Oct;22(5):419-28. 3. Pol Merkuriusz Lek. 2004 May; 16(95):490-2.)
6. Roid Rage
Istilah ini dikaitkan dengan peningkatan perilaku agresif yang kerap diklaim terjadi akibat pemakaian steroids. Praktek di lapangan menunjukan, hanya kurang dari 5% populasi pemakai steroids saja yang mengalami hal itu. Mereka mengalami gejala psikiatris seperti perilaku agresif, akrab dengan kekerasan, maniak, dan bahkan psikosis. Sayangnya kesimpulan ini didapat dari penelitian yang tidak memasukan faktor perilaku sebelum steroids diperkenalkan kepada mereka. Artinya, jika sebelum pakai steroids, jika pada dasarnya yang bersangkutan sudah punya perilaku agresif secara alami, maka pemakaian steroids hanya akan memperkuat kepribadian agresif itu sendiri (kepribadian tipe A menurut ilmu psikologi).
Perilaku agresif sangat menentukan kemenangan seseorang dalam sport. Steroids memang punya andil dalam hal ini, tapi steroids tak sepenuhnya bisa disalahkan atas perilaku anti sosial, psikotik, dan roid rage, karena tak cukup bukti yang bisa menunjang hipotesa itu, apalagi mengingat banyaknya pemakai steroids yang terbukti bisa mngendalikan perilakunya seperti yang diperlihatkan para peserta Mr Olympia yang ramah pada siapapun dan dimanapun.
Ada sebuah penelitian yang mengamati beragam dosis testosterone pada pria berumur 20-50 dan efeknya terhadap psikologi mereka. Peserta terbagi jadi 2 kelompok, pemakai steroids aktif dan yang natural. Hasilnya tak seorangpun dari mereka yang berubah menjadi liar hanya karena menerima suntikan testosterone, walau beberapa dari mereka mengaku menjadi lebih agresif dari sebelumnya. Ini membuktikan adanya mekanisme tingkat tinggi yang mampu mengendalikan perilaku agresif dan kekerasan.
Bagan 7 memperlihatkan, dari 109 kasus yang diteliti, hanya 5 orang sajalah yang memperlihatkan efek psikologis (maniak atau hipomaniak). (*Archives of General Psychiatry, Volume 57, February 2000).
7. Kebotakan
Steroids bisa memicu kebotakan jika pada dasarnya yang bersangkutan punya bakat genetik botak. Gen penyebab Kebotakan lokasinya ada di kromosom X secara ekslusif. Untuk mengetahui bakat genetik kebotakan Anda, amati kepala para kerabat pria dari sisi garis keturunan ibu Anda. Jika banyak dari mereka yang botak, maka besar kemungkinan Anda juga punya bakat botak. Peran steroids dalam kebotakan ini adalah kuatnya reaksi kulit kepala terhadap ekspos DHT. Kita tahu banyak steroids yang bisa dikonversi jadi DHT, atau malahan merupakan turunan dari DHT (Prohormone). Semua ini bisa dicegah dengan mengkonsumsi obat anti kebotakan seperti finasteride dan dutesteride.
8. Problem kardio
Steroids juga dikaitkan dengan isu kardiovaskular. Efek ini terjadi karena perubahan profil lemak darah (lihat atas). Fakta menunjukan banyak pemakai steroids yang mengalami pembesaran ventricles. Terutama binaragawan, powerlifter, dan atlet lainnya. Pembesaran ini lebih disebabkan oleh efek latihan beban terhadap jantung, dan peran steroids dalam pembesaran tadi tidak terlalu dominan.
9. Virilisasi
Istilah ini merujuk pada pembentukan fisik macho ala pria pada wanita pemakai steroids, atau maskulinasi. Sekali lagi, efek ini hanya bersifat sementara. Gejala virilisasi ini antara lain suara bass, rambut tumbuh disekujur tubuh, pembesaran klitoris, kebotakan, jerawat. Semua itu tergantung jenis steroids yang dipakai dan dosisnya. Dari semua efek tersebut, yang paling permanen efeknya adalah suara bass tadi, karena terjadi pembesaran pita suara. Untuk mengobatinya harus dengan operasi scraping (pengikisan) pita suara.
10. Menghambat pertumbuhan tinggi badan
Beberapa jenis steroids tertentu bisa menghambat pertumbuhan tinggi badan kepada mereka yang masih dalam umur masa pertumbuhan. Hanya terjadi pada jenis steroid tertentu saja, tidak pada semua steroids. Malah sebaliknya, beberapa steroid jenis lainnya justru dipakai untuk mengobati kondisi tersebut. Kondisi ini terjadi karena terjadi penutupan epiphysial cartilage secara prematur akibat aromatisasi steroids. Ini terlihat pada binaragawan yang memakai steroids sejak usia belia seperti Lee Priest.
Harus diakui ini adalah efek samping yang tak tersembuhkan, karena sekali pelat pertumbuhan tertutup, tak mungkin terbuka lagi. Anavar (oxandrolone) adalah jenis steroids yang dipakai untuk membantu penambahan tinggi badan pada anak yang mengalami masalah seperti ini. Selain anavar, steroids jenis lain yang merupakan turunan DHT dan beberapa jenis anti estrogen tertentu juga bisa membantu koreksi masalah ini.
Normalnya, masa pertumbuhan berhenti diakhir periode masa remaja dan tak mungkin meneruskan masa pertumbuhan sesudah periode itu, karena terjadi perpanjangan tulang pada pelat pertumbuhan epiphyseal. Pada 99% populasi manusia, proses perpnjangan tulang itu akan berhenti pada periode pertengahan s/d akhir masa remaja. Pada titik itu, pelat pertumbuhan mulai menghilang. Hasilnya berupa perpanjangan tulang sampai dengan epiphysis kedua. Selama pertumbuhan cartilage berada didepan proses regenerasi tulang, maka Anda akan terus bertambah tinggi badannya, seiring pergantian cartilage dengan tulang baru. Begitu pertumbuhan tulang berjalan lebih cepat ketimbang cartilage (sering perlambatan pertumbuhan cartilage, bukan tulang), maka ini dinamakan osifikasi, dimana pelat pertumbuhan di segel untuk selamanya.
Pada gambar 8 diperlihatkan pelat pertumbuhan (GP = growth plates) hasil citra radioaktif. (Human Anatomy and Phisiology, 6th Edition, John W. Hole jr., Wm. C. Brown Publishers)
11. Pembesaran Prostat
Steroids juga dituding sebagai baiang pembesaran prostat s/d kanker prostat. Dalam banyak kasus, pembesaran ini akan berhenti seiring absennya pemakaian steroids. Periode awal pertumbuhan prostat terjadi selama masa puber sebagai hasil sekresi androgen pada testis. Selama periode bayi s/d dewasa, prostat akan terus berada dalam kondisi seperti itu, terlepas dari apakah yang bersangkutan pakai steroids atau tidak.
Kemudian menjelang usia senja, terjadi pertumbuhan prostat tahap 2. Awalnya ilmuwan mengira ini akibat aksi DHT pada tubuh. Tapi belakangan ilmuwan meralat teorinya, yaitu akibat estrogen yang bereaksi dengan sebagian kecil dari DHT atau tetosterone (salah satu). Ini semua jadi masuk akal, jika mengkonsumsi steroid bisa memperbesar prostat. Biasanya obat seperti finasteride atau dutesteride dipakai untuk mengatasi masalan ini, dengan tingkat keberhailan sangat memuaskan.
12. Tekanan darah tinggi
Inilah efek samping yang paling mudah disembuhkan akibat pemakaian steroids. Sudah menjadi kebiasaan bagi binaragawan yang sedang dalam program bulking untuk menghindari olahraga yang bersifat aerobik. Akibatnya jantung harus bekerja ekstra keras memompa darah. Diperparah lagi oleh efek retensi air dan sodium akibat pemakaian steroids, menaikan tekanan darah. Pemakai steroid disarankan untuk rajin mengukur tekanan darahnya agar tidak melebihi 140/90. Selama ambang batas itu terjaga, masalah tekanan darah tinggi akibat pemakaian steroids bisa dikendalikan. Secara alami, semakin tinggi aktifitas tubuh, semakin tinggi pula tekanan darahnya guna mengimbangi aktifitas fisiknya. Steroids turut melipatgandakan efek tersebut.
13. Ginjal
Ginjal adalah organ yang paling menerima getahnya kala mengkonsumsi steroids. Ginjal terlibat dalam sistem filter dan sekresi tubuh secara keseluruhan. Saat zat kimia asing masuk tubuh, otomatis ginjal bekerja ekstra keras. Beberapa pemakai steroids diketahui memiliki air seni berwarna gelap, sebuah indikasi ginjal bekerja lembur untuk memproses steroid yang masuk. Yang paling parah adalah trenbolone, ia mampu mengubah warna ar seni menjadi sangat gelap. Solusinya, banyak minum air putih. Sekali lagi efek samping ini tergantung pada jenis steroids yang dipakai dan dosisnya. Sebaliknya, beberapa steroids tertentu seperti nandrolone digunakan sebagai terapi penyembuhan ginjal.
14.Sistem kekebalan tubuh
Banyak bukti menunjukan jika steroids bisa menurunkan kekebalan tubuh. Sekali lagi ini tergantung jenis steroids dan dosisnya. Sebaliknya, ada bukti jika beberapa steroid tertentu justru mendongkrak naik sistem kekebalan tubuh. Testosterone dan beberapa produk turunannya mampu menurunkan kekebalan tubuh. Penyebabnya karena naiknya massa otot tubuh berkat pemakaian steroid itu konsisten dengan naiknya kemampuan tubuh melawan infeksi, kemampuan bertahan tubuh naik, dan naiknya kualitas hidup keseluruhan. (1.Int J Immunopharmacol. 1995 Nov;17(11):857-63. 2. J Steroid Biochem Mol Biol. 1990 Sep;37(1):71-63. AIDS. 1996 Jun;10(7):745-52. 4. Journal of Neuroimmunology 83 1998, 162-67.)
15. Kemandulan
Efeknya pada pria dan wanita hanya bersifat sementara. Efek steroids terhadap kemandulan sudah melalui penelitian mendalam dan sudah disetujui pemakaiannya oleh WHO (World Heath Organization) sebagai alat kontrasepsi pria. Kemandulan terjadi karena steroids mengacaukan rasio hormon pada wanita yang menstruasinya teratur. Pada pria, steroids menurunkan FSH (Follice Stimulating Hormone), sehingga produksi normal sperma tidak tercapai.
Beberapa binaragawan top pemakai steroids yang sudah menikah dan belum memiliki anak, bisa jadi contoh bagus fenomena kemandulan akibat steroids.
Semakin terkenal dan pro seorang atlet, semakin sulit menghentikan pemakaian steroid, akibatnya semakin sulit memiliki anak. Pengecualian buat beberapa atlet dengan keunggulan genetik sehingga mampu memiliki anak walau memakai steroid sekalipun.
Sekali lagi, efek kemandulan ini hanya sementara dan bisa diobati dengan Selective Estrogen Receptor Modulator seperti Nolvadex dan Clomid, atau Human Chorionic Gonadotropin.
16. Percaya semua yang didengar
Sebenarnya ini bukan benar-benar efek samping steroids, tapi masih ada kaitannya. Akan ada beragam reaksi seusai membaca ulasan ini, ada yang kaget, ada juga yang marah karena tulisan ini mengambi sikap santai atas topik serius sekelas steroids ini. Marah karena efek samping steroids ternyata terlalu dibesar-besarkan. Faktanya sederhana saja; steroids, seperti halnya obat-obatan lainya, bisa mengundang efek samping yang tak diinginkan.
Kami tidak menyarankan pemakaian steroids, tapi apa yang dipaparkan disini adalah dari sudut pandang rasional, logika, dan kepala dingin, tak hanya sekedar emosionalmemvonis steroids membabi buta tanpa tahu detail mendalamnya. Literatur medis semuanya membuktikan jika steroids itu aman dipakai asalkan diawasi oleh dokter kompeten (ahli endocrine).
Jangan anggap tulisan ini sebagai pro steroids dan anti-media, karena jika Anda menganggap seperti itu, maka esensi keseluruhan ulasan ini akan menjadi kabur. Efeks samping anabolik steroids itu sangat nyata dan harus menjadi perhatian para calon pemakai steroids dalam pengambilan keputusan. Posisi kami disini hanyalah mengutarakan kebenaran soal steroids agar apapun keputusan yang mereka ambil, bisa dipertanggung jawabkan. Dengan 16 efek samping tadi, apakah Anda masih ingin memakai steroid?
One Response
tapi ane mau coba natural aja deh paling dibantu suplemen nutrisi saja,,,niatnya juga buat kesehatan