Oleh: Dr. Bambang Sukamto, DMSH
Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual dan romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama. Pada penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan hubungan seksual diantara orang-orang berjenis kelamin sama, yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau lesbian (wanita homoseks). Seperti apa fenomena sosial yang dimaksud?
Umumnya, homoseksualitas sebagai suatu pengenal, dibandingkan dengan heteroseksualitas dan biseksualitas. Sigmund Freud merupakan yang pertama kali menyatakan bahwa homoseksual wanita sebagai proses pembalikan karakteristik wanita menjadi pria. Namun Feud mengakui dia belum melakukan penelitian sendiri apakah penyimpangan ini lebih condong ke arah penyebab psikologis atau biologis. Dan ternyata pendapat Feud ini banyak ditolak oleh kebanyakan para psikiater.
Kilas balik
Cerita tentang lesbian terungkap sudah sejak zaman Yunani kuno. Adalah Sappho yang bermukim di pulau Lesbos, yang membuat syair berkisah tentang hubungan seksual sesama wanita. Inilah asal muasal kata lesbian. Di Cina juga ditemui cerita maupun syair-syair tentang lesbian, hanya tidak menonjol dibandingkan cerita-cerita gay.
Pada abad X di Eropa, homoseksual di kalangan wanita belum muncul kepermukaan dibanding dengan homoseksual pria yang gencar diperbincangkan di media masa. Homoseksual pada wanita mulai lebih dikenal setelah muncul banyak publikasi oleh para ahli seksologi, terutama mencakup masalah kesehatan.
Fenomena lesbian sejak akhir abad XX secara perlahan muncul kepermukaan sejalan dengan gerakan kewanitaan dalam upaya emansipasi. Mulai muncul syair, novel, lagu maupun film yang menggambarkan aktifitas lesbian. Adalah Adrienne Rich – Penulis wanita yang mengemukakan bahwa lesbian selain merupakan hubungan seksual antar wanita, juga harus diartikan wanita yang menghindari kehidupan perkawinan dan melawan tirani pria. Dia juga menyatakan bahwa hubungan lesbian dapat terjadi pada wanita yang hidup maupun bekerja bersama-sama, bahkan dalam satu keluarga.
Perluasan pengertian lesbian terus berkembang menjadi wanita mengidentifikasi wanita. Mereka mulai membuat jurnal yang mempublikasikan banyak hal terkait masalahnya. Bahkan mulai tahun 1970 para pejuang hak-hak wanita dalam tulisan-tulisan maupun novelnya mulai berorientasi ke politik. Novel-novel tertentu bahkan beberapa kali mengalami cetak ulang. Mulai tahun 1980 lesbian muncul di bidang kultural seperti musik (Indigo Girl),olahraga (Martina Navratilova), dan bahkan pada buku-buku komik (Alison Bechdel). Erotisme lesbian juga mulai diungkapkan dalam lukisan maupun fotografi.
American Psychiatrists Association (APA) tahun 1973 telah mencabut kata homoseksual dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV-revised. Di Indonesia sendiri sejak tahun 1993 dalam buku ‘Panduan Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa’, telah memasukkan homo seks dan biseks sebagai varian seksual yang setara dengan heteroseks.
Pergolakan sosial
Hubungan antara para lesbian dengan lesbian transgender, yaitu pria yang telah menjalani operasi ganti kelamin (male-to-female = MTF), dalam perkembangannya mengalami pergolakan. Ada kelompok lesbian yang menolak dan pihak lain menerima mereka bergabung. Mereka yang menerima menyatakan bahwa sikap itu tidak benar dan berasal dari rasa ketakutan serta tidak kepercayaan atau motivasi, dan sikap tentang transgender yang belum dipahami sehingga mereka tetap bertahan menolak.
Pada tahun 1997 di Amerika Institute of Medicine membentuk Committee on Lesbian Health Research Priorities, yang bertugas mengidentifikasi beberapa penyebab untuk bahan penelitian isu-isu kesehatan lesbian, sehingga diperoleh pengetahuan dalam meningkatkan status kesehatan mereka sekaligus mengetahui resiko kesehatan mereka dibanding wanita heteroseksual pada umumnya. Laporan dan rekomendasi komisi ini antara lain menyebutkan:
Status dan resiko kesehatan
Lesbian juga memerlukan akses yang sama untuk skrening maupun upaya preventive (pencegahan) seperti layaknya wanita.
Perilaku kesehatan
- Kehamilan, lesbian jarang melaporkan kalau memiliki anak biologis dibanding wanita heteroseksual. Meskipun demikian, ada beberapa wanita lesbian yang menjadi orang tua melalui inseminasi buatan atau adopsi.
- Merokok, wanita lesbian umumnya pe-rokok kuat dan lebih 2 kali lipat dibanding wanita heteroseksual. Sehingga mereka mempunyai resiko tinggi untuk kanker paru, kanker leher rahim dan penyakit kardiovaskuler.
- Obesitas, penelitian menunjukkan bahwa lesbian mempunyai kelebihan berat badan yang memungkinkan meningkatnya gangguan kardiovaskuler.
- Konsumsi alkohol, lesbian lebih menonjol sebagai pengkonsumsi alkohol berat.
- Penyalahgunaan obat, dari data yang terbatas menunjukan bahwa penggunaan bahan narkotika lebih banyak pada lesbian berupa marijuana, kokain termasuk bahan inhalasi.
Stres
Secara fisiologis stres yang berkepanjangan akan menimbulkan gangguan kesehatan:
- Isu identitas, stres akibat dari penyembunyian identitas lesbinya dari keluarga maupun teman sekerja.
- Isu legalitas, stres dapat berasal dari lingkungan yang mengucilkan mereka. Para lesbian sulit memperoleh hak layaknya pasangan yang menikah.
- Diskriminasi, stres akan sangat memberatkan bagi lesbian bila mengalami berbagai bentuk diskriminasi.
Interaksi dengan pelayanan kesehatan
- Kesalahpahaman resiko kesehatan, pra anggapan yang diskriminatif oleh pihak pelayanan kesehatan terutama pada saat mendata riwayat seksual dan sosial menimbulkan rasa kecil hati, sehingga dikemudian hari pada saat diperlukan perawatan mengalami kesulitan.
- Kanker leher rahim, penelitian menunjukkan wanita lesbian sangat jarang melakukan pemeriksaan pap smear yang merupakan pemeriksaan penting untuk deteksi kanker leher rahim.
- Penyakit menular seksual, Human Papiloma Virus (HIV/AIDS), dan Hepatitis B merupakan PMS yang paling sering dijumpai.
Kendala perawatan kesehatan yang berkualitas
Elemen sistem pelayanan kesehatan seperti penanganan pelayanan, peraturan-peraturan, sikap maupun pelatihan tenaga kesehatan dan pengalaman yang minim, akan mempersulit para lesbian mencari pengobatan yang tepat;
- Asuransi kesehatan, merupakan suatu kendala terkadang adanya persyaratan pasangan yang heteroseksual untuk memperoleh asuransi kesehatan keluarga.
- Isu hukum, kekosongan aturan hukum untuk pasangan lesbian merupakan kendala pada saat diperlukan keputusan jenis pengobatan, maupun untuk perwalian dalam tindakan tertentu yang akan dilakukan.
Pada tahun 2000, rekomendasi diatas di tindaklanjuti dengan beberapa lokakarya (workshop) yang kemudian membentuk kelompok-kelompok kerja sebagai kelanjutannya.
Di Indonesia, fenomena keberadaan gay, waria ataupun lesbian sudah lama ada. Namun tidak bisa diungkapkan secara pasti kapan awal keberadaan mereka. Komunitas mereka biasanya tertutup dan enggan menonjolkan diri di masyarakat. Kondisi ini tak mengherankan, karena sampai sekarang keberadaan mereka masih menimbulkan sinisme berbagai kalangan.
Saat ini telah muncul website independen yang tidak berafiliasi dengan organisasi, lembaga, atau instansi apapun bernama Satupelangi.com. Wadah ini betujuan menjadi “rumah” bagi lesbian Indonesia agar bisa mencari informasi mengenai dunia lesbian. Website ini dibangun dari, oleh, dan untuk lesbian Indonesia. Komunitas Lesbian Gay Biseks Transgender/Waria Interseks dan Queer (LGBTIQ) bergabung dalam beberapa ikatan misalnya; GAYA NUSANTARA, PREWAKOS, Savy Amira dan lain-lain, yang tentunya bertujuan untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa komunitas LGBTIQ adalah orang-orang ‘biasa’ yang tidak berbeda dengan orang-orang lain.
Tanggal 17 Mei diperingati oleh semua komunitas LGBTIQ di seluruh dunia sebagai Hari International Melawan Homophobia (International Day Againts Homophobia). Tanggal tersebut dijadikan momentum pergerakan komunitas ini karena pada tanggal 17 Mei 1990, WHO mencabut kata ‘homoseksualitas’ dan segala sesuatu yang terhubung dengan kata itu dari International Classification of Disease (ICD).