Seorang atlet yang menjalankan olahraga prestasi (high performance sport) tentu harus mempunyai kondisi fisik yang sangat kuat. Kondisi fisik ini tentu saja harus jauh lebih tinggi jika dibandingkan orang awam. Seperti diketahui, kondisi fisik secara umum dapat dilihat pada parameter-parameter sebagai berikut :
- Kemampuan aerobik
- Kekuatan otot
- Kelenturan
- Komposisi tubuh
Sedangkan pada olahraga prestasi, ada parameter-parameter lain yang diperlukan, seperti :
- Kemampuan anaerobik
- Power
- Keseimbangan
- Ketepatan
- Kecepatan
- Koordinasi
Pada olahraga, parameter ini akan sangat menonjol pada beberapa cabang olahraga. Misalnya pada sprinter (jarak pendek) maka komponen kemampuan anaerobik dan kecepatan menjadi faktor yang sangat menonjol, yaitu kemampuan untuk bergerak cepat dan maximal dalam jangka pendek. Dari semua komponen/parameter diatas, maka yang paling penting adalah kemampuan aerobik, yaitu kemampuan jantung dan paru-paru untuk mengedarkan oxygen keseluruh tubuh, termasuk otot. Komponen yang kedua penting adalah kekuatan otot, yaitu kemampuan otot untuk mengangkat beban dengan maximal. Patokan umum yang dipegang adalah semua atlet dari cabang olahraga manapun harus mempunyai jantung dan otot yang kuat. Apakah bila ia seorang pelari, pemain sepak bola, pengangkat besi atau penembak, harus baik kondisi jantung dan ototnya. Berarti latihan yang dilakukan oleh atlet harus meliputi keduanya, ditambah tentunya latihan-latihan lain yang sesuai dengan cabang olahraga yang digelutinya.
Khusus untuk latihan beban para atlet biasanya melakukan latihan beban dengan teratur dan tepat dosis artinya sesuai dengan kebutuhan olahraganya dan juga tergantung pada cukup atau tidaknya lama persiapan. Bila persiapan cukup waktu, maka program latihan beban dapat dijalankan dengan benar. Latihan beban pada atlet diberikan pada periode persiapan fisik atau physical preparation period. Pada masa ini para atlet baru memulai pelatnas, jadi harus menjalani pemeriksaan awal yang disebut pre participation examination. Yang diperiksa adalah semua komponen tersebut, kamudian dievaluasi. Bila misalnya kekuatan otot kurang, maka harus diberikan suatu program latihan beban yang tepat. Latihan ini dilakukan secara bertahap dengan repetisi dan set yang sudah diperhitungkan. Adapun peralatan yang dipakai dapat berupa weight training machine (alat yang canggih), freeweight (barbell dan dumbbell), alat elastic band (karet elastis ) atau Trx (alat dengan tali penggantung). Semua alat-alat tersebut sama saja bila dilihat dari segi manfaatnya. Yang paling baik tentunya dengan machine, karena caranya mudah dan untuk pengaturan beban juga mudah.
Latihan diberikan 2-3 kali per minggu, dengan pengaturan yang benar dengan latihan-latihan tehnik dan latihan kardiovaskular. Proses persiapan umum ini berlangsung kira-kira 2-3 bulan dan pemilihan beban harus benar-benar sesuai sehingga tidak timbul cedera. Berat beban sebesar 70-80% kali 1 RM (Repetisi Maximal) dan repetisi adalah sebanyak 8-12 reps. Untuk atlet diharuskan menjalani 4 set, tidak boleh kurang. Pada saat program harus ada suatu latihan khusus misalnya latihan power untuk sprinter. Bebannya adalah 90-95% kali 1 RM dengan repetisi 4-6 repetisi. Untuk para atlet endurance (seperti lari jauh, balap sepeda jarak jauh) maka program latihan adalah untuk peningkatan daya tahan otot. Repetisi boleh sebanyak 10-15 kali dengan jumlah repetisi 8-12 repetisi. Latihan-latihan seperti ini akan menyebabkan kapiler meningkat sehingga daya tahan otot akan meningkat pula.
Pada latihan beban peningkatan beban adalah 100% dari beban sebelumnya. Dengan cara seperti ini, otot-otot akan punya waktu untuk beradaptasi sehingga tidak mudah cedera. Pada periode ini, makanan yang diberikan harus cukup protein untuk pembesaran otot dan mempercepat pemulihan (recovery). Macam protein adalah yang ada pada makanan, seperti susu, daging, telur, dan juga ditambah dengan suplemen bila perlu, misalnya creatine dan asam amino (protein).
Hasil latihan akan dapat terlihat setelah 6 minggu, sehingga dapat dilakukan evaluasi. Bila terjadi peningkatan maka berarti program yang dijalankan sudah benar, jadi dapat dilanjutkan. Bila tidak ada peningkatan, berarti program yang dilakukan tidak tepat, sehingga harus dievaluasi dimana letak kesalahannya, lalu dilakukan koreksi. Kesalahan yang sering terjadi adalah berat beban yang terlalu berlebih, tidak sesuai dengan kondisi fisik atlet. Hal ini sering berakibat timbulnya cedera, misalnya terjadi robekan otot (strain), robekan ligamen (sprain) atau juga sendi terlepas (dislokasi). Bila hal ini terjadi, maka harus berobat kedokter untuk diobati. Dokter akan memberikan istirahat atau memodifikasi latihan sambil memberi obat. Misalnya terjadi robekan otot biceps, maka otot tersebut harus diistirahatkan dan diberikan obat penghilang sakit. Setelah pulih robekan tersebut, maka latihan dapat diberikan lagi. Bila otot yang cedera dipaksa terus berlatih, maka cedera menjadi semakin berat sehingga robekan akan semakin luas. Bila nantinya sembuh, maka cedera ini akan bisa sering terkena lagi, sehingga akhirnya menurunkan kekuatan otot. Itulah sebabnya pelatih harus sering berkonsultasi dengan dokter, sehingga cedera terus dapat dihindarkan.(dr. Hario Tilarso, SpKO. FACSM.)