Steroid!!, topik perbincangan yang tidak ada hentinya dalam perjalanan perkembangan kehidupan manusia, yang dipercaya dijadikan sebuah obat ajaib. Dari awal kegunaanya sebagai pendukung kebutuhan medis hingga kini berkembang sebagai kegunaan dalam membesarkan ukuran massa otot. Namun sebelum mendalami apa itu steroid, tidak ada salahnya untuk melihat kembali sejarah penciptaan steroid itu sendiri agar kita lebih bijak dalam memperlakukan steroid itu sendiri.
Ada pepatah yang mengatakan “Tak Kenal Maka Tak Sayang”. Pepatah tersebut mengisyaratkan bahwa untuk mencintai ataupun menggunakan sesuatu ada baiknya kita pahami dari kegunaan dan awal mula penciptaan serta tujuan dari penciptaanya. Untuk mengetahui sejarah mengenai steroid anabolik, perlu melihat kembali pada masa proses penciptaannya. Ketika itu dipercaya bahwa testicle (buah pelir) adalah bagian terpenting dalam pengembangan dan pemeliharaan karakteristik seksual laki-laki.
Pada tahun 1849, penelitian mengenai steroid mulai dikembangkan oleh seorang ilmuwan bernama Berthold. Dalam penelitiannya ia menggunakan ayam jantan sebagai percobaan untuk mengetahui pentingnya fungsi buah pelir. Selanjutnya dilakukan pembedahan terhadap ayam-ayam tersebut untuk mengangkat buah pelirnya. Hasil dari pembedahan tersebut menunjukkan beberapa karakteristik seksual laki-laki (kejantanan) yang hilang dari ayam tersebut. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa testicle (buah pelir) adalah organ tubuh pria yang amat penting yang memiliki hubungan erat terhadap sistemika kerja tubuh. Selain itu testicle adalah bagian tubuh yang menjadikan Pria “pejantan” sesungguhnya.
Testosterone adalah steroid anabolik pertama yang tercipta dan menjadi bahan dasar dari segala steroid dan beberapa obat-obatan yang hingga kini dihasilkan. Testosteron kemudian digunakan pada tahun 1936, dalam percobaan untuk menunjukkan bahwa ekskresi nitrogen dari anjing yang telah dikebiri dapat ditingkatkan dengan memberikan atau memasukan tambahan testosteron anjing, alhasil terjadi peningkatan berat tubuhnya. Tak lama setelah hasil ini ditemukan, terdapat sebuah rumor bahwa para prajurit Nazi menggunakan steroid anabolik, untuk menambah keagresifan dan kekuatan daya tubuh yang sangat digdaya. Oleh sebab itu masyarakat Jerman masa Nazi menamakan diri mereka sebagai suku arya. Fase Inilah pertama kalinya steroid digunakan pada manusia, khususnya Pria.
Kisah steroid dimulai dalam cabang olahraga masa kini :
Pada tahun 1954, seorang dokter bernama John Ziegler menghadiri kejuaraan dunia angkat besi/berat di Wina, Austria, sebagai dokter tim olahraga tersebut. Pada tahun itu Soviet mendominasi sebagian besar kompetisi dalam ajang tersebut. Bahkan tidak hanya mendominasi, mereka seolah-olah dengan mudahnya meraih medali emas. Kemudian Ziegler diundang oleh dokter dari tim olahraga soviet dan Ziegler mendapatkan informasi bahwa tim soviet menyuntikkan testosterone pada diri atletnya sebagai bagian dalam program latihan.
Walaupun sampai detik ini kebenaran dari cerita tersebut belum dapat dibuktikan, yang pasti sepulangnya tim Amerika Serikat dari ajang tersebut mereka mulai menggunakan testosterone yang sama pada atletnya, agar dapat mengalahkan tim soviet. John Ziegler melakukan kerjasama dengan sebuah perusahaan farmasi, sehingga ditemukan jenis steroid baru bernama “methandrostenolone” pada tahun 1956. Nama lain yang digunakan untuk steroid anabolik tersebut adalah “Dianabol”. Steroid ini digunakan oleh atlet angkat besi di Amerika.
Dampak dari perkembangan teknologi yang bernama steroid, menyebabkan pada awal tahun 1960an atlet angkat besi AS terlihat perbedaan yang sangat signifikan dibanding atlet dari Negara lain. Pada tahun yang sama ditemukan jenis steroid lain yang ternyata dapat mengatasi penyakit “Turner Disease Sydrome” pada anak-anak. Tentunya, temuan steroid ini mengambil perhatian para ilmuawan di AS. Sehingga merangsang untuk dilakukan berbagai macam penelitian lanjutan agar dapat mendongkrak prestasi para atlet AS dalam bidang olahraga.
Akan tetapi ada penelitian tandingan yang menunjukkan bahwa steroid tidak selamanya memiliki dampak yang besar bagi peningkatan performa dan prestasi para atlet. Ditemukan pula dalam penelitian tersebut bahwa pengaruh dari steroid kemungkinan besar hanya memiliki efek “placebo” atau semu. Bahkan ada pula penelitian yang menunjukan efek negative dari penggunaan steroid pada atlet. Atas pertempuran para ahli farmasi tersebut soal steroid mendapatkan perhatian lebih oleh para petinggi komite olahraga dunia, yang menganggap penggunaan steroid demi menggapai sebuah prestasi tidaklah dibenarkan. Alhasil steroid mulai dilarang dalam sebagian besar ajang olahraga terhitung pada tahun 1970.
Steroids pada Olympiade
Sebelum pelarangan terhadap penggunaan steroid pada Olimpiade, German Democratic Republic (GDR) atau biasa dikenal dengan Jerman Barat, memulai sebuah program penciptaan sintesis steroid anabolik baru untuk digunakan oleh atlet Jerman diajang olahraga. Atlet Jerman menjadi pengguna steroid terbanyak dari seluruh atlet di dunia. Atlet-atlet mereka berhasil meraih medali dalam hampir semua jenis olahraga. Pada tahun 1972, International Olympic Council (IOC) melakukan program pengetesan terhadap atlet untuk mendeteksi penggunaan steroid atau jenis obat-obatan lainnya.
Pada tahun 1982, IOC berhasil menemukan alat uji untuk mendeteksi steroid, yakni “Testosterone: Epitestosterone test”. Alat tes ini dapat menunjukkan tingkat testosterone yang terdapat dalam tubuh manusia, jika melebihi level diambang batas yang telah disepakati, maka atlet tersebut positif telah mengkonsumsi steroid anabolik. Karena tubuh manusia tidak mungkin menghasilkan testosterone yang melebihi ambang batas tersebut. Akan tetapi, para atlet yang bekerja sama dengan tim dokter satu langkah lebih maju ketimbang IOC. Mereka sudah menemukan jenis steroid baru yang dapat menghilang bekasnya dari tubuh manusia secara cepat (3 hari setelah injeksi), sehingga tidak terdeteksi pada saat test steroid. Jerman-lah negara pertama yang berhasil menemukan sejenis epitestosterone yang dapat digunakan oleh atlet untuk menurunkan level testosterone menuju ambang normal, tanpa perlu menghentikan penggunaan steroid. Sehingga untuk beberapa lama, mereka tidak terdeteksi menggunakan steroid.
Pada akhirnya, sebuah wartawan membeberkan konspirasi penggunaan steroid dikalangan atlet ketika melihat atlet Jerman masih menggunakan steroid untuk memenangkan setiap kejuaraan. Hasil dari pemberitaan media massa tersebut memberikan dampak pencitraan buruk terhadap atlet Jerman. Ironis, pada tahun yang sama (1990), steroid anabolik ternyata dapat digunakan sebagai obat perawatan para pengidap penyakit AIDS dan kanker, ketika para pasien mulai kehilangan berat badan. Dengan steroid, mereka dapat kembali mendapatkan berat badan yang ideal. Namun hal tersebut berkaitan erat pada daya tahan tubuh penderita.
Mengenai steroid, sebelum tahun 1988, steroid hanya dapat dibeli melalui izin ataupun resep dokter. Namun pada awalnya steroid belum menjadi obat-obatan yang dikategorikan sebagai “controlled substance” atau zat yang dikontrol atau diawasi secara ketat oleh dokter dan para ahli setelah dibeli. Barulah pada tahun 1988, steroid kemudian berubah menjadi obat-obatan yang berstatus “controlled subtrance”. Alhasil semenjak saat itu steroid tidak dapat dibeli dengan mudah. Bahkan lebih dari itu, penggunaan steroid tercatat dalam Undang-undang dengan sanksi yang berat jika disalahgunakan pemakaiannya. Pada decade 90an, ternyata masih ada atlet yang ditemukan menggunakan steroid anabolic. Yakni pemain baseball AS, Mark McGuire. Jenis steroid yang digunakan bernama prohormones.
Meskipun banyak penelitian yang telah dibuktikan bahwa steroid tidak berdampak buruk pada tubuh manusia dan tidak banyak berpengaruh dalam meningkatkan performa atlet dalam menggapai prestasi, bahkan terdapat sisi positif lain seperti dapat mengatasi dan menyembuhkan beberapa macam penyakit, (seperti; Andropause atau menopause, mempercepat proses penyembuhan bagi penderita luka bakar, meningkatkan kualitas hidup para pengidap AIDS, membantu melawan kanker payudara, dan baik bagi pengobatan penderita osteoporosis) penggunaan steroid tetap dialarang keras dalam dunia olahraga. Alasannya sederhana, yakni tetap menjaga profesionalitas atlet dan kejujuran dalam pertandingan agar sportifitas dalam pertanding tetap tersupremasi. (dillah/steroid.com)