Mencegah lebih baik dari pada mendapatkan warisan tak diinginkan tersebut. Keluarga ternyata tidak hanya dapat mewariskan harta benda, tapi juga penyakit dan gangguan fisik lainnya. Faktor bawaan, keturunan, genetik, atau yang “sudah dari sananya” sering diungkapkan dokter tentang penyakit yang satu ini. Thalassemia siap hadir bagi mereka yang kurang waspada.
Warisan penyakit jelas tidak dinanti. Syukur-syukur kalau penyakit ini tidak sampai dialami anak cucu kita. Seperti kata pepatah, mencegah lebih baik dari pada mengobati. Oleh karena itu cegahlah penyakit agar tak sampai “mampir” pada anak. Upaya yang dilakukan bisa dengan mengobservasi data riwayat kesehatan keluarga. Dengan demikian, kita dapat melakukan antisipasi agar warisan berupa penyakit yang tidak diinginkan itu diidap sang anak.
Toh, untuk sebagian penyakit, kita masih memiliki waktu untuk mencegahnya. Jika penyakit turunan dialami anak sejak lahir, bukan berarti kita boleh menyerah pasrah. Lakukan berbagai usaha, agar anak dapat hidup layaknya anak normal lainnya termasuk jika sang anak mengidap penyakit thalassaemia.
Apa itu Thalassaemia
Thalassaemia adalah penyakit yang diakibatkan oleh turunan secara genetik yang bersifat resesif. Seseorang memiliki gen yang tentunya berasal dari gen kedua orang tuanya. Oleh sebab itu jika terjadi tindakan donor biasanya sumber yang pertama kali dituju adalah kedua orang tuanya. Bila salah satu orang tua memiliki gen cacat (thalassaemia) sementara orang tua yang lain sehat, kemungkinan anaknya akan tetap sehat dan mungkin hanya menjadi pembawa (tidak memiliki gejala thalassaemia berat). Sementara itu, bila kedua orang tua memiliki gen cacat, bisa dipastikan (walaupun masih ada kemungkinan) anaknya berpotensi menderita thalassaemia mayor. Gen cacat inilah yang dapat menyebabkan kegagalan pembentukan rantai asam amino pada hemoglobin.
Hemoglobin adalah zat warna merah pada darah yang berfungsi untuk mengikat oksigen. .Jika gen pembentuk hemoglobin rusak, maka darah akan kekurangan hemoglobin sehingga kemampuan darah untuk mengikat oksigen pun berkurang. Berdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassaemia dibagi menjadi thalassaemia alpha (hilang rantai alpha) dan thalassaemia beta (hilang rantai beta). Sementara itu, hilangnya rantai asam amino bisa secara tunggal (thalassaemia minor/ trait/heterozigot) maupun ganda (thalassaemia mayor/ homozigot). Sebagian besar penderita thalassaemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.
Thalassaemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita thalassaemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) thalassaemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia.
Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Akibatnya, penderita akan mengalami anemia berat. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe).
Gejala Dari Thalassaemia
Semua thalassaemia memiliki gejala yang mirip, tetapi bobot resikonya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik. Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada beta-thalassaemia mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati. Semua akibat anemia yang terjadi sangat lama dan berat, yang pada akhirnya perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut. Gejala lainnya adalah sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, dan lesu. Tidak hanya berhenti disitu, sesak napas juga masuk dalam gejala dari thalassaemia karena jantung bekerja terlalu berat, dengan demikian akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah.
Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usaha membentuk darah agar cukup, menyebabkan penebalan dan pembesaran pada tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Biasanya anak yang menderita thalassaemia akan tumbuh lebih lambat begitu pula dengan masa pubertas lebih lambat dicapai dibandingkan anak normal. Hal tersebut bisa terjadi karena penyerapan zat besi yang meningkat efek dari seringnya menjalani transfusi. Akhirnya kelebihan zat besi bisa yang terkumpul mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.
Pencegahan dan Pengobatan
Untuk mencegah terjadinya thalassaemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah. Baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melacak profil sel darah merah dalam tubuh. Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya bahwa thalassaemia adalah penyakit turunan genetika. Artinya kondisi orang tua sangat mempengaruhi kesehatan sang anak ke depan. Peluang untuk sembuh dari thalassaemia memang masih tergolong kecil, karena dipengaruhi banyak hal seperti kondisi fisik, ketersediaan donor, dan biaya.
Untuk bisa bertahan hidup, penderita thalassaemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan transfusi darah secara teratur supaya menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL. Serta menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh. Penderita thalassaemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan, serta produkproduk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh.
Untuk saat ini secercah harapan bagi pengidap thalassaemia agar bisa sembuh bersandar pada dua cara transplantasi sumsu tulang dan stem cell (teknologi sel punca). Tercatat pada tahun 2009, seorang penderita thalassaemia asal India berhasil sembuh setelah memperoleh ekstrak sel punca dari adiknya yang baru lahir. Namun peluangnya tetaplah 50-50 dan yang pasti membutuhkan biaya yang amatlah besar.
Mutasi Thalassaemia dan Resistensi Terhadap Malaria
Fakta dan data menarik dari penderita thalassaemia walaupun sepintas terlihat sangat merugikan, ternyata menunjukkan sebuah kemungkinan bahwa pembawa sifat thalassaemia (carier) diuntungkan dengan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap malaria. Hal tersebut jugalah yang menjelaskan tingginya jumlah karier di Indonesia. Secara teoritis, evolusi pembawa sifat thalassaemia dapat bertahan hidup lebih baik di daerah endemi malaria seperti di Indonesia.