
Bigorexia adalah obsesi berlebihan pada ukuran dan bentuk otot tubuh sehingga membentuk pandangan negatif terhadap tubuh sendiri. Kondisi ini merupakan gangguan kesehatan mental yang juga dikenal sebagai muscle dysmorphia.
Muscle dysmorphia membuat seseorang merasa tubuhnya tidak cukup berotot meskipun nyatanya sudah memiliki tubuh yang berotot.
Menurut studi dalam jurnal Psychological Medicine, bigorexia paling banyak terjadi pada laki-laki usia remaja hingga dewasa muda. Selain itu, kondisi ini banyak dialami oleh bodybuilder alias binaragawan.
Penyebab Bigorexia
Penyebab bigorexia tidak diketahui pasti. Namun, berbagai faktor psikologis, sosial, atau biologis bisa memengaruhi seseorang membentuk citra negatif terhadap tubuhnya sendiri.
Berikut penjelasan berbagai faktor yang bisa menyebabkan seseorang begitu terobsesi memiliki tubuh yang berotot.
1. Pengalaman traumatik atau bullying
Mengalami pengalaman traumatis, seperti pelecehan, perundungan atau penghinaan terkait penampilan fisik, dapat menyebabkan seseorang memiliki gangguan citra tubuh dan terobsesi dengan penampilan.
2. Pengaruh media sosial
Media sosial, film, iklan dan berbagai platform visual lainnya sering kali menampilkan gambaran tubuh pria yang berotot sebagai standar tubuh yang ideal.
Akibatnya, tak sedikit rela melakukan berbagai cara untuk membentuk otot dan mendapatkan tubuh yang ideal. Keinginan yang kuat ini dapat berkembang menjadi kondisi bigorexia.
3. Tekanan dari lingkungan sosial
Teman, keluarga, atau kelompok sosial yang menganggap penampilan fisik sangatlah penting bisa membuat seseorang merasa tertekan untuk memiliki bentuk tubuh yang ideal.
Sebuah studi dalam jurnal Psychiatry Research melakukan penelitian pada 386 pria yang diminta mengikuti survei online mengenai tekanan sosial untuk memiliki tubuh berotot, persepsi tentang tubuh berotot, dan dorongan untuk menjadi semakin berotot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan sosial untuk memiliki tubuh yang berotot berhubungan dengan dorongan seseorang untuk menjadi lebih berotot dan dan memicu muscle dysmorphia.
4. Maskulinitas toksik
Toxic masculinity adalah budaya yang menuntut pria untuk menjadi individu yang maskulin.
Mereka harus kuat secara fisik dan dominan di lingkungan sosial, tanpa menunjukkan kelemahan fisik maupun emosional mereka. Jika tidak, kejantanan dan maskulinitas mereka akan dipertanyakan.
Ketika merasa dirinya kurang memiliki ciri-ciri tersebut, misalnya tidak punya tubuh yang berotot dan kuat, mereka mungkin merasa terpinggirkan dan mengalami krisis identitas.
Perasaan lemah ini kemudian mendorong banyak pria untuk berusaha keras mencapai atribut-atribut maskulin yang dianggap ideal. Hal ini bisa menyebabkan obsesi berlebihan untuk memiliki bentuk tubuh berotot muscle dysmorphia.
5. Memiliki masalah kesehatan mental lain
Mengutip studi dalam jurnal Psychology research and Behavior Management, orang yang memiliki bigorexia kemungkinan memiliki riwayat gangguan mental, seperti eating disorder (gangguan makan) atau kecemasan.
Selain itu, orang yang memiliki kondisi ini kemungkinan memiliki masalah pada citra tubuh (body dysmorphia disorder) serta pernah mencoba untuk bunuh diri.
Mereka berusaha mengatasi perasaan cemas atau tidak bahagia ini dengan melakukan berbagai cara secara berlebihan untuk mendapatkan penampilan tubuh yang diinginkan.
Baca juga : Mengenal Dismorfia Tubuh Dalam Binaraga