Banyak dari Anda yang mungkin akan melewatkan tulisan ini, menganggap topik itu sudah basi, merasa sudah tahu isi dan jawabannya. Tapi benarkah demikian? Kami dari REPS selalu mencoba menghadirkan bahasan yang tidak basi, dan kali ini akan kami buktikan jika judul tulisan ini tidaklah seperti anggapan kesan pertama Anda saat ini. Akan kita lihat isu kegemukan dari sudut pandang lain.
Bicara soal gemuk, berarti bicara soal lemak. Kita semua tahu apa itu lemak, dan mati-matian berusaha untuk menghindarinya. Kalau kita sudah terlanjur dikondisikan pikirannya dalam dunia fitness, memandang dari sisi hitam (gemuk) dan putih (fit/sehat) saja, yaitu “Menjadi gemuk itu mustahil bisa sehat dan fit.” Dikotomi gemuk vs fit sempat populer di era tahun 1970’an dan dijadikan semboyan oleh banyak pakar kesehatan. Pesan moralnya, orang itu bisa saja fit, bisa saja gemuk, tapi tidak mungkin keduanya.
Dampak filsafat fitness tersebut sudah jelas: jalan menuju fisik yang lebih fit dan lebih sehat menjadi satu arah saja. Akibatnya, agar orang gemuk menjadi fit dan sehat, ia harus menurunkan berat badannya jadi langsing. Ini mengarah pada kesimpulan, jika langsing itu sehat, gemuk itu jahat. Penyederhanaan kesimpulan semacam itu jelas-jelas tidak di dukung bukti medis ilmiah.
Sakit jantung vs Obesitas
Sebagai contoh penyakit jantung koroner arteri (atherosclerosis), pembunuh nomor satu manusia saat ini. Selama ini kita percaya jika obesitas (kegemukan) penyebab utama penyumbatan arteri. Ini berangkat dari pemahaman jika kian banyak lemak dalam darah artinya juga kian banyak penyumbatan lemak di arteri. Tapi bukti ilmiah terbaru (yang meneliti kaitan antara berat badan/lemak vs atherosclerosis) membuktikan kemungkinan orang gemuk kena penyumbatan arteri tidak lebih parah ketimbang orang kurus.
Penelitian itu memakai angiography koroner dan pengamatan langsung otopso arteri. Malah dalam beberapa kasus, ada indikasi yang berlawanan dengan apa yang selama ini kita percayai. Contohnya, penelitian terhadap 4500 pria dan wanita di Universitas Tennessee menunjukkan resiko mereka kena penyumbatan arteri malah menurun saat berat badan mereka meningkat. Alias, ada kelompok orang gemuk yang arterinya bersih. Masih banyak penelitian sejenis lainnya yang menunjukkan hal serupa. Semua itu membuktikan jika kaitan sakit jantung dengan obesitas tidak di dukung cukup baik oleh bukti medis ilmiah.
Langsing vs sehat
Selama ini kita percaya jika langsing itu sehat dan berumur panjang. Kepercayaan itu berasal dari komunitas anti kegemukan, dan penelitian yang membuktikan kepercayaan itu, kalah banyak di bandingkan penelitian lain yang membuktikan jika berat badan tidak sepenuhnya bisa dijadikan alat prediksi kematian maupun status kesehatan secara keseluruhan.
Penelitian di National Center for Health Statistic dan Cornell University terhadap 350.000 pria dan 250.000 wanita menemukan jika obesitas skala moderat (punya lemak tak lebih dari 50 pounds dari kriteria berat ideal) pada pria Cuma sedikit saja meningkatkan resiko kematian prematur, tapi tidak sama sekali pada wanita. Mayoritas dari mereka mampu hidup 30 tahun lebih lama dari yang diduga semula. Lebih mengejutkan lagi, ternyata orang kurus (Sesuai dengan kriteria ideal pemerintah US) punya resiko kematian setara dengan pria yang sangat obesitas.
Ini sangat berlawanan dengan pertumbuhan industri penurunan berat badan (weight-loss) yang pesat saat ini. Akibatnya banyak orang yang berkutat pada angka pada timbangan. Jadi jika sedikit lebih gemuk dari rata-rata tidaklah seburuk dugaan kita, dan menjadi langsing (pria) mungkin saja tidak sebagus dugaan kita, jadi apa yang baik buat kita semestinya? Jika konsep berat badan ideal ternyata hanyalah fiksi statistik saja, itu tidak memberi hal pada Anda untuk duduk bermalasan di sofa saja. Membuang timbangan dari kamar Anda mungkin ide yang bagus, karena itu Cuma berat badan saja, sama sekali tidak menunjukkan status kesehatan Anda dan timbangan juga tidak mencerminkan faktor gaya hidup Anda (olahraga dan jenis makanan).
Hampir dari kita semua pasti setuju jika orang gemuk rata-rata punya tekanan darah tinggi, profil lemak darah yang tidak baik, dan rendahnya toleransi glukosa tingkat sensitifitas (insulin). Tapi itu bukan berarti mereka yang berkadar lemak tinggi memicu problem pada jantung mereka. Itu hanya artinya, kemungkinan besar kelainan metabolik tadi lebih banyak di temukan pada orang gemuk. Tapi asosiasi seperti itu tidak membuktikan hukum sebab akibat.
Hanya karena orang gemuk punya tekanan darah tinggi, dan kacaunya toleransi glukosa, bukan berarti itu semua bisa dijadikan alat bukti jika lemak tubuh menyebabkan semua problema tersebut. Juga hal-hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan orang gemuk musti jadi langsing untuk mengatasi masalah tadi. Yang harus dilakukan orang gemuk adalah ikut program fitness/olahraga dan mulai makan makanan sehat, dan terus pantau perkembangan mereka.
Independensi Weight-Loss
Penelitian DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) 1997 membuktikan jika tekanan darah sistolik bisa diturunkan sebesar (rata-rata) 11.4mmHg, dan tekanan darah diastolik diturunkan sebesar 5,5mmHg, hanya dengan diet semata, tanpa harus menurunkan berat badan, hanya dalam 2 minggu saja. Solusinya, makan buah dan sayuran lebih banyak, mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh.
Para ilmuwan di National Public Health Institute (Helsinki, Finlandia) berhasil membuktikan jika kandungan lemak dalam diet, dan bukan lemak dalam tubuh, menjadi penyebab kelainan profil lemak dara pada orang gemuk dan kurus sekalipun semisal kolesterol tinggi. Walau diet bisa menurunkan kolesterol, tapi ternyata hasilnya lebih bagus lagi jika Anda mau ikut program fitness secara bersamaa (latihan beban dan aerobik).
Dalam 3 minggu kadar kolesterol turun dari 234mg/dl menjadi 180mg/dl, kolesterol lipoprotein low-density turun dari 151mg/dl menjadi 166mg/dl, dan triglycerides turun dari 200mg/dl menjadi 135mg/dl. Tekanan darah turun 5-10%. Lebih dari 1/3 penderita tekanan darag tinggi tak lagi butuh obat tekanan darah tinggi. 39% dari pemakai insulin dan 71% pemakai obat oral hypoglycemic berhasil menghentikan pemakaian obatnya. Mereka juga mengalami penurunan berat badan sebesar 5% dari berat badan awal. Walau begitu, dari sekian banyak peningkatan kesehatan mereka, Cuma kurang dari 5% sajalah yang bisa dikaitkkan dengan berat badan.
Weight-Loss Salah Kaprah
Semua ini bukan berarti Anda bisa berpuas diri dengan kegemukan Anda saat ini. Hanya saja, gencarnya fokus pada weight-loss bisa menjadi kontraproduktif, banyak diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Dalam dunia weight-loss, tak peduli seberapa besar biaya yang Anda keluarkan, pinggang Anda akan membesar, bukannya mengecil.
Lemak yang telah berhasil Anda hilangkan, akan kembali dalam jumlah lebih besar dari sebelumnya. Semua itu bisa merusak rasa percaya diri dan kesehatan mental Anda. Fluktuasi kronis berat badan yang Anda alami bisa berbahaya. Weight-loss meningkatkan resiko kematian prematur, terutama gangguan jantung. Ini berlawanan dengan apa yang selama ini kita percayai, jika weight-lossbisa menurunkan faktor resiko penyakit kardiovaskular.
Diet rendah karbohidrat sangat populer selama 35 terakhir ini. Kenyataannya, diet ini bisa menaikkan kadar kolesterol lipoportein low-density dan menurunkan kolesterol lipoprotein high-density (jenis kolesterol sehat) walau diet rendah karbohidrat bisa meningkatkan resiko atheros clerosis, itulah sebabnya binaragawan hanya memakai diet jenis ini selama periode wkatu terbatas saja, tepatnya sekitar/selama 12 minggu menjelang kontes.
Apapun itu, diet tanpa suplemen bisa menguras cadangan lemak omega-3 (jenis lemak sehat), dan ini otomatis meningkatkan resiko atherosclerosis.
Fit vs Langsing
Jika kesehatan jadi prioritas utama Anda, maka gaya hidup sehat lebih penting ketimbang memikirkan berat badan semata. Banyak wanita (juga pria) yang terjebak disini, hanya berkonsentrasi pada penurunan berat badan semata. Orang yang paling fit sajalah yang beresiko rendah meninggal sebelum waktunya, tak peduli seberapa besar berat badan mereka. Itu artinya mereka yang punya berat badan sedikit diatas rata-rata dan fit punya peluang hidup lebih lama dibandingkan orang langsing yang tidak pernah olahraga sama sekali.
Kenyataan dilapangan ternyata berbeda. Industri weight- loss melaju pesat. Ini tidak mengherankan, karena publik lebih suka jalan singkat yang ditawarkan industri weight-loss ketimbang menjalani gaya hidup sehat yang mereka anggap menyakitkan, melelahkan, san secara diam-diam mereka mengakui jauh di lubuk hatinya jika mereka tidak punya keberanian dan keteguhan hati yang cukup untuk menjalani gaya hidup sehat.
Sangat amat banyak mereka yang kurang fit dan tak pernah olahraga/diet yang beruntung tidak pernah kegemukan. Intinya, yang penting bukan langsingnya, tapi gaya hidup sehatnya.
Metabolik fitness
Weight-Loss salah. Diet salah. Jadi apa solusinya? Sebenarnya diet tidak sepenuhnya salah, asalkan dibarengi pemakaian suplemen (untuk menutupi kekurangan nutrisi). Tapi semua itu belumlah cukup. Butuh pendekatan jenis baru, sesuatu yang tidak terlalu fokus pada berat badan (lemak tubuh), sesuatu yang lebih menekankan pada metabolisme. Kita harus menjadi fit secara metabolik (metabolik fitness). Untuk mencapai metabolik fitness, Anda tak diharuskan punya badan langsing, tak perlu punya ketahanan kardiovaskular bak atlet.
Menurut definisi ilmiahnya, metabolik fitness adalah bagaimana cara tubuh anda bereaksi terhadap hormon insulin. Sensitifitas insulin dikatakan baik jika toleransi tubuh terhadap glukosa itu bagus, tekanan darah normal, profil lemak darah yang sehat. Semakin sensitif insulin Anda, semakin rendah resiko Anda terkena diabetes tipe 2 dan sakit jantung, dibandingkan mereka yang punya ‘insulin resistant’, sebuah kondisi metabolik dimana sel tubuh (terutama otot, liver, dan jaringan adipose) tidak bereaksi secara normal terhadap insulin, berujung pada kelainan metabolisme lemak, tekanan darah jadi naik, beresiko tinggi kena diabetes tipe 2 dan sakit jantung.
Yang menarik adalah orang gemuk yang punya sindrom metabolik tak harus jadi langsing agar punya sensitifitas insulin yang bagus. Tadi sudah dijelaskan panjang lebar jika obesitas bukanlah penyebab langsung sindrom itu. Lagipula, sudah terbukti jika seseorang tidak harus berbadab gemuk jika mau tekena sindrom insulin resistant. ¼ dari penduduk Amerika yang tidak berbadan gemuk terkena insulin resistant dan mereka tidak menyadarinya.
Kesehatan insulin bisa di tingkatkan dalam satuan hari atau minggu. Jika tidak percaya, coba saja cek toleransi glukosa, tekanan darah, dan profil lemak darah seusai ikut program fitness atau diet sehat. Mejadi sehat secara metabolik, punya fisik yang sehat, bisa di miliki siapa saja, tua muda, gemuk kurus. Syaratnya Cuma 2: berolahraga dan diet yang sehat.
Fakta vs Mitos
Memang benar berolahraga dan diet bisa menghasilkan weight-loss. Ada satu hal yang tidak disadari publik kebanyakan. Tidak semua orang akan mengalami weight-loss darinya! Mustahil memastikan seberapa banyak seseroang bisa menurunkan berat badan. Mayoritas program fitness/diet bisa menurunkan 5-10 pounds berat badan, sedangkan harapan rata-rata publik saat ikut fitness berkisar rata-rata 20-30 pounds! Ada jurang besar antara harapan publik vs apa yang ditawarkan program fitness/diet.
Industri fitness yang tak mau kehilangan konsumen karena jurang itu, lantas mulai memakai program seperti weight-loss hingga sedot lemak untuk menarik perhatian konsumen agar mau ikut program fitness/diet mereka. Itulah yang terjadi di lapangan, suka atau tidak.
Publik berharap weight-loss sampai 20-30 pounds karena mengira gemuk itu jahat, padahal bukan gemuknya yang harus jadi fokus mereka, tapi metabolik fitnessnya. Dan metabolik fitness bisa didapatkan via program fitness/diet yang sudah mereka ikut selama ini. Tak heran, walau mereka sudah di jalur benar, tapi karena ketidaktahuan mereka soal metabolik fitness, lantas mulai menyalahkan gym atau program diet yang mereka ikuti.
Pemahaman publik harus di edukasi ulang. Jika anda memandang olahraga dan diet sehat sebagai sarana weight-loss, maka anda akan kecewa. Weight-loss dalam fitness hanyalah efek samping, bukan hal utama. Jika Anda berhenti olahraga karena merasa gagal menurunkan berat badan, maka semua benefit olahraga akan hilang bersama Anda. Dan jumlah orang seperti itu sangat amat banyak. Fitness yoyo menjadi umum layaknya diet yoyo.
Kita lihat saja realita biologisnya. Ada orang yang ditakdirkan bertubuh kurus, ada juga yang gemuk. Olahraga dan diet bisa mengubah genetik Anda, tapi tidak banyak. Tubuh manusia tidak bisa di ketok magic menjadi pembakar kalori sebanyak yang Anda inginkan begitu saja. Tapi itu tidak berarti kita semua tidak bisa menjadi fit lebih penting ketimbang menjadi langsing. Dan kalau Anda mau merubah paradigma Anda itu, maka jalan menuju fisik yang lebih fit, lebih sehat, tak lagi terasa bagaikan satu arah saja seperti semula. (NK)