Inilah alasan mengapa banyak diet gagal. Mereka tidak bisa membedakan antara lapar secara emosi (emotional eating) dan lapar secara fisik (physical eating).
Kita tidak selalu makan hanya untuk memuaskan rasa lapar. Banyak dari kita beralih ke makanan untuk menghilangkan stres atau mengatasi emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan, kesepian, atau kebosanan. Dan setelah makan, kita merasa lebih buruk lagi. Bukan hanya masalah emosional asli tetap ada, melainkan rasa bersalah karena makan berlebih.
Emotional eating (atau stres makan) menggunakan makanan untuk membuat diri Anda merasa lebih baik. Mereka makan untuk memuaskan kebutuhan emosional, bukan untuk memuaskan kelaparan fisik. Anda bisa meraih segelas es krim saat merasa sedih, memesan seloyang pizza saat bosan atau kesepian.
Emotional eating tidak bisa diisi dengan makanan. Makan mungkin terasa enak saat itu, namun perasaan yang memicu makan masih ada. Dan Anda sering merasa lebih buruk daripada sebelumnya karena kalori yang tidak diperlukan tubuh baru masuk ke dalam tubuh Anda.
Adapun ciri lain dari emotional eating adalah datang dengan tiba-tiba tanpa kompromi mendesak Anda untuk makan dengan jumlah yang banyak sedangkan physical eating rasa lapar datang secara bertahap. Dorongan makan tidak terasa mengerikan atau menuntut kepuasan instant kecuali jika Anda tidak makan dalam waktu yang lama.
Physical eating hampir semua makanan terdengar bagus termasuk makanan sehat seperti sayuran. Tapi emotional eating sangat membutuhkan makanan cepat saji atau kudapan manis dengan segera, Anda merasa perlu cheese cake atau pizza, dan tidak ada lagi yang akan dilakukan.
Kelaparan emosional sering sebabkan makan tanpa berpikir terlebih dahulu. Sebelum Anda menyadarinya, Anda sudah menghabiskan sekantong keripik atau segelas es krim tanpa benar-benar memperhatikan atau menikmati sepenuhnya.
Intinya adalah kenali datangnya rasa lapar tersebut, apakah berasal dari emotional atau physical eating sebelum menyantap kudapan Anda.(ayu)