Oleh: Dr. Bambang Sukamto
Kontrasepsi oral pria sampai saat ini belum ada yang secara resmi tersedia untuk masyarakat luas, karena memang masih dalam tahapan penelitian dan pengembangan. Sejak 1980 sampai sekitar 2002 telah dilakukan penelitian pada hewan tikus dan kera dengan mempergunakan ekstrak tanaman tertentu, yang ternyata mampu mengurangi jumlah maupun pergerakan sperma.
Penelitian yang sudah dipublikasikan umumnya mempergunakan gabungan hormon androgen – progestin, dengan maksud untuk menekan sperma. Sebelumnya progestin digunakan secara tunggal, yang ternyata menimbulkan gejala-gejala androgen defisiensi karena terjadi penekanan gonadotropin.
Data dari beberapa literatur yang telah dipublikasikan, menunjukan bahwa kombinasi progestin-androgen mampu menekan pembentukan sperma (spermatogenesis). Meskipun demikian laporan-laporan penelitian menunjukkan perbedaan tingkatan dalam penekanan sperma dengan dosis yang berbeda pula. Yang jelas, beberapa literatur menggambarkan bahwa pemberian secara oral menghasilkan penekanan sperma yang lebih rendah dibanding dengan suntikan.
Setelah beberapa tahun sejak diperkenalkannya kontrasepsi hormonal wanita, hasil akhir dari sekian banyak riset menunjukan bahwa kontrasepsi hormonal pria akan menjadi kenyataan. Hasil survei lintas kultural mengindikasikan sebagian besar pria berkehendak mempergunakan kontrasepsi hormonal, dan pasangan wanitanya meyakini bahwa pasangan prianya bersedia bersedia mempergunakannya. Suntikan androgen-progestin yang merupakan formula long-acting mampu menghasilkan penekanan sperma yang optimal dengan efek samping metabolik minimal, sehingga formula ini sangat diharapkan karena keamanannya untuk penggunaan jangka panjang. Formula ini sedang dalam proses uji coba di beberapa klinik. Meskipun demikian masih diperlukan banyak riset untuk mengembangkan preparat steroid baru yang lebih baik sifat biologinya, dan lebih potensial aktivitas gonadotropinnya, serta keamanan jangka panjang maupun tersedianya banyak pilihan bentuk kontrasepsi.
Penggunaan testosterone dalam olahraga
Dalam dunia olahraga sering kita dengar istilah doping yang artinya penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan kemampuan tampilan atlet. Penggunaan doping bisa berupa konsumsi Hormon Erythropoitein (EPO) atau anabolik steroid Tetrahydrogestrinone (THG). Doping dinyatakan sebagai perbuatan yang tidak etis oleh semua organisasi olahraga terutama IOC (International Olympic Committee). Larangan ini ditetapkan agar setiap atlet ada dalam kesamaan kondisi maupun kesempatan untuk menang, terhindar dari gangguan kesehatan dan lebih penting lagi memberi teladan ke masyarakat tentang olahraga yang sehat dan bersih.
John Ziegler (Oktober 1954) – seorang dokter yang mengawasi kondisi kesehatan atlet Amerika, memperoleh informasi dari pelatih Rusia tentang pemberian testosterone untuk atletnya. Kemudian Ziegler mencoba dosis rendah testosterone untuk dirinya sendiri, seorang pelatih dan 2 orang atlet angkat besi. Semuanya mengalami pertambahan berat badan dan menjadi lebih kuat dibanding atlet peserta pelatihan lainnya.
Anabolik steroid adalah hormon steroid yang erat hubungan dengan hormon testosterone. Di lingkungan medis digunakan untuk menstimulasi pertumbuhan tulang dan nafsu makan, menginduksi masa pubertas dan mengatasi kondisi kelemahan yang kronis seperti pada penderita kanker dan AIDS. Anabolik steroid bekerja mensintesa protein dalam sel sehingga meningkatkan pembentukan jaringan sel terutama otot. Massa otot dan kekuatan fisik akan meningkat, kondisi yang mana sangat dibutuhkan oleh atlet dan binaragawan.
Timbulnya jerawat, kenaikan tekanan darah, meningkatnya LDL cholesterol dan menurunnya HDL cholesterol, kerusakan liver, perubahan struktur ventrikel jantung merupakan efek yang tidak diinginkan. Anabolik steroid secara non-medis digunakan berlebihan dengan maksud memperoleh kemampuan maksimal lebih cepat, justru berakibat timbulnya efek samping. Adanya larangan penggunaan doping dari organisasi-organisasi olahraga, maka beberapa negara memperlakukan pengawasan ketat peredaran obat-obatan ini. Meskipun demikian komponen ini masih dapat diperoleh dipasar gelap dengan kemungkinan kualitas rendah atau mengalami kontaminasi sehingga membahayakan kesehatan.
Tahun 1976 International Olympic Committee (IOC) mempublikasikan daftar “Banned Substance Classes and Methods”, yang terdiri dari 5 kelompok; simpatomimetik amine, stimulan pada sistim sarafpusat, analgesik narkotik, anti-depresan, dan transquilliser mayor. Setahun kemudian kelompok anti-depresan dan transquilliser mayor dikeluarkan dari daftar. Anabolik steroid merupakan kelompokbaru yang ditambahkan pada saat berlangsungnya Olimpiade di Montreal.
Beberapa atlet di Amerika pernah dinyatakan memakai doping karena menggunakan modafinil saat bertanding, dan mereka melakukan protes karena subtansi itu tidak ada dalam daftar larangan. Tetapi World Anti-Doping Agency (WADA) menyatkan bahwa subtansi itu ada hubungan erat dengan subtansi yang sudah dilarang. Oleh karena itu sejak Agustus 2004 modafinil resmi dimasukkan kedalam daftar larangan.
Uji coba
Ada 2 uji coba klinik dalam skala luas dan bersifat internasional, yang akan memberikan fakta bahwa testosterone dapat menekan produksi sperma, sehingga diperoleh kontrasepsi yang benar-benar berkhasiat. Yang pertama dilakukan antara tahun 1986 dan 1990 di 7 negara, melibatkan 271 pria yang menerima suntikan 200 mg testosterone enanthate setiap minggunya. Yang ke 2 di 9 negara tahun 1994 melibatkan 399 pria yang menerima testosterone dengan ketentuan yang sama.
Semuanya ini disponsori WHO dengan panduan bahwa metode hormonal ini harus dapat diterima pria dan dapat menekan jumlah sperma sampai pada tingkat dimana pasangan tidak mungkin hamil. Pada uji coba ke 2, ada penambahan panduan yaitu kontrasepsi dinyatakan efektif dan adekuat bila produksi sperma dapat ditekan kurang dari 1 juta per mililiter, dan bila hanya jadi 1,4 kehamilan pada 100 pria yang memperoleh kontrasepsi per tahun.
Testosterone sebagai formula tunggal cina kemungkinan menjadi negara pertama yang menetapkan metode kontrasepsi hormonal pria dalam program nasional keluarga berencana. Seribu pria Cina di 10 pusat pelayanan memperoleh dosis awal 1000 mg testosterone undecanoate (TU), dilanjutkan dengan dosis 500 mg untuk setiap 4 atau 6 minggu selama 2 tahun. Testosterone undecanoate merupakan preparat testosterone terbaru dan paling berhasil. TU bekerja lebih panjang dibanding kombinasi lain seperti testosterone enanthate dan TU juga dapat diberikan dalam bentuk suntikan perbulan bahkan perminggu.
Testosterone sebagai formula tunggal
Tidak menyebabkan penekanan terhadap produksi sperma pada pria non-Asia, seperti yang ternyata berhasil baik pada pria Asia. Oleh karena itu untuk kawasan lain, cara kontrasepsi ini perlu kawasan lain, cara kontrasepsi ini perlu dikombinasikan dengan hormon lain untuk meningkatkan efektifitasnya. Penelitian belum dapat mengungkapkan mengapa terjadi perbedaan ini.
Formula kombinasi
Ada 2 tantangan yang harus diatasi untuk mengembangkan kontrasepsi hormonal pria, yaitu seringnya pemberian suntikan, dan ketidaksamaan kemampuan menekan produksi sperma pada semua pengguna. Untuk menjawab tantangan ini, para peneliti sedang mencari formula testosterone yang bekerja jangka panjang, dan dalam bentuk formula kombinasi hormonal.
Kombinasi testosterone dengan progestine, atau gonadotropin-releasing hormon (GnRH) dapat meningkatkan penekan produksi sperma. Untuk memperoleh efek terbaik, para peneliti di beberapa negara, dalam skala kecil melakukan uji coba klinik. Formula ini kadar testosteronnya lebih rendah, sehingga efek samping berkurang tapi tidak berarti menghilangkan sama sekali. Penggunaan progestin menunjukan hasil yang menggembirakan dan direncanakan dibuat dalam bentuk tablet, patch, suntikan dan implan.