Di samping ketertarikan orang-orang dulu pada tayangan televisi berupa kontes binaraga dunia, yang mempertontonkan bentuk badan para binaragawan dunia yang bagus, berotot, kekar dan ideal. Tayangan televisi ini pun, pada akhirnya mengundang reaksi hangat dari para pemirsanya di Indonesia, mulai dari anak-anak sekolah SMU hingga orang dewasa(khususnya pria). Setelah mereka melihat acara ini, ternyata mereka pun menginginkan untuk memiliki tubuh seperti yang dimiliki oleh atlit-atlit binaragawan di televisi itu. Akhirnya, mereka mencari-cari tempat latihan yang tepat agar dapat membentuk sekaligus memiliki tubuh berotot dan kekar seperti atlit-atlit binaraga di televisi.
PROSES MASUKNYA BINARAGA KE INDONESIA
Setelah olahraga binaraga dunia booming, dan setelah adanya kompetisi modern binaraga wanita yang diadakan sekitar tahun 70-an, di pertengahan tahun inilah, adalah merupakan proses awal bagaimana olahraga binaraga mulai merambat ke Indonesia.
Dengan melakukan surat-menyurat yang ditujukan khusus kepada Pengurus Binaraga Asia (Mr. John Ong) yang berkedudukan di Singapura, dan sekaligus melakukan kunjungan ke Singapura untuk mengadakan pembicaraan dengan pengurus Asianya, akhirnya Mr. John Ong mengatakan kepada Robert Tumpal Hutauruk dengan pesannya yang berisi, “kalau kamu sudah siap untuk menjadi anggota Federasi Binaraga Dunia, maka kamu harus menandatangani beberapa surat penting terlebih dahulu”, dan saat itu pun Hutauruk (biasa dipanggil namanya begitu) menandatangani beberapa surat penting itu, setelah itu, beliau melayangkan surat-surat yang telah ditandatanganinya tersebut pada Ketua IFBB (Mr, Ben Weider – Presiden Binaraga Dunia) yang berkedudukan di Montreal – Kanada. Selesai surat-surat penting tersebut di setujui oleh Ketua IFBB (International federation Body Building), surat-surat tersebut dilayangkan kembali pada Hutauruk. Peristiwa akan kesiapan R. Tumpal. H dalam menyatakan kesiapannya untuk menjadi anggota Binaraga dunia akhirnya disyahkan oleh Presiden Binaraga Dunia(IFBB) Mr. Ben Weider pada 4 Juni 1970, di Singapura.
Setelah beliau dilantik secara resmi menjadi anggota IFBB, yang pada saat itu secara sekaligus, sambil beliau menjalani pelantikan keanggotaan IFBB, kebetulan beliau memang sedang mengikuti pertandingan binaraga di Singapura. Dalam acara pelantikan beliau di sana, dihadiri oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia(Brigjen Ramli) untuk Singapura dan atase militernya (Andi Ghalib, SH – yang sempat menjabat sebagai Jaksa Agung di tahun 1970).
Setelah melewati tahap-tahap di atas, berdirinya binaraga di Indonesia, bisa dikatakan setelah kembalinya R. Tumpal Hutauruk dari Singapura. Setelah kembali di tanah air, beliau langsung melaporkan hal ini kepada sejumlah pejabat negara dengan cara menyurati mereka. Saat itu, beliau sempat melayangkan surat kepada : menteri luar negeri, menteri dalam negeri, KONI pusat, yang ditujukan kepada ketua KONI pusat di Jakarta (Sri Sultan Hamengkubuwono IX), dalam isi suratnya itu, beliau menyatakan bahwa…”saya telah membawa sesuatu, naskah dari luar negeri“, namun, maksud dari surat beliau tersebut belum mendapatkan keputusan dari KONI pusat dan terakhir adalah menyurati Menkopolkam.
Olahraga binaraga pada waktu itu tidak mendapatkan dukungan dari sejumlah pejabat negara, yang pada akhirnya dari pihak Menkopolkam, yang pada masa itu masih dijabat oleh Bp. Soesilo Soedarman, beliaulah yang akhirnya memberikan dukungan penuh pada olahraga ini, lalu menunjuk beliau agar menjadi pemimpin utama dalam olahraga ini.
Medan-Sumatra Utara, adalah sebuah kota di Indonesia yang pertama kalinya menerima olahraga ini. Saat beliau kembali dari Singapura, beliau yang memegang olahraga ini pertama kalinya di Indonesia selama lima tahun(1970-1975), namun, ketika beliau melihat kondisi keuangan yang tidak memadai, karena tidak sedikit memakan biaya, misalnya untuk keperluan : administrasi, kunjungan-kunjungan, dan pertandingan, maka dari itulah dianggapnya agak sulit soal materi ini baginya.
Robert Tumpal Hutauruk, kelahiran Kabanjahe-Medan, 04 Juni 1943, sebelumnya adalah seorang atlit angkat besi di tahun 60-an. Selama dirinya berperan sebagai atlit angkat besi, ternyata beliau lebih cenderung pada pembesaran otot dibanding latihan untuk kekuatan(angkat barbel), karena itulah, beliau akhirnya membentuk sedikit demi sedikit binaraga ini. Kemudian, beliau membuat pertandingan-pertandingan di kota Medan, sekaligus mencari Mr-nya, walaupun pada masa itu binaraga ini belum memiliki wadah.
Biarpun olahraga ini pada masa itu belum memiliki wadah, pada tahun 70-an itu, olahraga binaraga ini sudah mulai berkembang, dan mulai menyebar ke daerah-daerah lainnya di Indonesia, seperti di Jawa Barat dan Jawa Timur. Seiring dengan berkembangnya olahraga ini pada masa itu, olahraga binaraga belum bisa bergabung seperti olahraga-olahraga lainnya, sehubungan belum ada persetujuan dari KONI pusat, sebab semua cabang olahraga yang ada di Indonesia ini harus di bawah naungan KONI.
Pada akhirnya, dalam tahun 1975, beliau segera memutuskan untuk berangkat ke Jakarta, yang bertujuan untuk menghadap ketua KONI pusat, yang pada masa itu, KONI pusat masih diketuai oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan didampingi oleh Sekjennya, yaitu MS. Siregar. Tujuan beliau menghadap ketua KONI pusat saat itu, ialah untuk menitipkan olahraga yang telah didirikannya ini agar disyahkan oleh KONI menjadi salah satu cabang olahraga yang resmi di Indonesia, tetapi KONI belum bisa menerima olahraga ini sebagai salah satu cabang olahraga yang ada di tanah air dengan alasan, bahwa KONI harus mempelajari terlebih dahulu surat-surat penting yang ada.
Mungkin, karena KONI tidak begitu yakin dengan yang hendak beliau titipkan(olahraga) ini, maka ketua KONI beserta Sekjennya saat itu segera menanyakan hal ini pada Kedutaan besar Singapura, “apakah hal ini benar ?”, dan setelah KONI mendapat jawaban dari Kedutaan Besar Singapura, setelah itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan MS. Siregar menitipkannya lagi olahraga ini pada PABSI, yang merupakan Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia dan berdiri pada tahun 1940. Setelah binaraga menjadi satu dengan angkat besi, nama PABSI-pun berubah menjadi PABBSI(Persatuan Angkat Besi dan Binaraga Seluruh Indonesia).
LATAR BELAKANG DIDIRIKAN OLAHRAGA BINARAGA & PERKEMBANGAN ALAT UNTUK LATIHAN
Disertai dengan semangat serta ide yang bersarang dalam tubuh pemuda yang sehat, baik dan ideal, pada masa itu beliau beranggapan, bahwa setiap cabang olahraga pastilah membutuhkan ‘kekuatan’, dan dari latihan kebinaragaan ini kita akan mendapatkan otot-otot dan power yang akan nampak dan begitu kuat. Otot-otot dan kekuatan tersebut juga dipastikan akan menjelma ke seluruh cabang olahraga lain, misalnya saja : gulat, tinju, karate, dll. Semua cabang olahraga yang memerlukan kekuatan, sangatlah memerlukan latihan binaraga ini. Jadi, semua cabang olahraga diharapkan memiliki kebugaran dalam cabang olahraganya.
Perkembangan olahraga ini di Indonesia sangatlah cepat, itu terbukti dari sambutan hangat masyarakat, namun kalau ditinjau dari segi kostum olahraga ini, terutama dari segi kostum yang minim, memang merupakan suatu tantangan yang sempat timbul dari kalangan masyarakat. Menurut beliau, dalam olahraga ini janganlah kita lihat dari segi kostumnya yang memang minim, tapi kita harus melihatnya dari segi keindahan tubuhnya yang kekar begitu juga dengan otot-ototnya. Pada masa tahun 1970-an, atlit-atlit binaraga dulu sudah bisa menjadi pelatih bagi generasi di belakangnya.
Binaraga Indonesia pada era 1970 hingga 1975, sudah mulai mendatangkan alat dari luar negeri, namun cara penggunaan alat-alat tersebut masih belum sesuai dengan fungsi dan aturan penggunaan alat yang sebenarnya, maka karena hal ini beliau pun banyak membawa majalah-majalah tentang petunjuk-petunnjuk penggunaan alat-alat latihan dari Singapura.
Pada tahun 1975 ke depan, fungsi dan aturan penggunaan dari alat-alat yang sudah ada sudah mulai jelas, bahkan sudah lebih spesifik. Dalam latihan binaraga, latihan pada waktu itu lebih alamiah alias manual.
Di era 76-an, alat-alat yang digunakan untuk latihan sudah semi mekanik, lebih canggih. Latihan dengan alat yang semakin canggih ini pun dirancangnya untuk disebarluaskan pada khalayak, agar khalayak mengerti dengan jelas dari fungsi-fungsi alat tersebut dalam latihan.
Pertandingan binaraga pada masa lalu, pada mulanya adalah pertandingan antar club, setelah itu terpecah-pecah di kota-kota madya dan barulah terpecah ke seluruh Sumatra Utara. Setelah ini terpecah, barulah mulai menyebar ke daerah-daerah lain. Pertama kali olahraga ini dipertandingkan dalam PON yang digelar di Surabaya. Pertandingan ini adalah uji coba dari KONI yang pertama, namun tanpa medali dan hanya tropy saja. Setelah itu diadakan Mr. Indonesia, yang sekaligus beliau juga mendapat mandat dari luar negeri, lalu beliau (R. Tumpal Hutauruk) meminta pada KONI agar binaraga ini agar bisa dipertandingkan di Surabaya.
PENGGUNAAN SUPPLEMEN & NUTRISI PADA BINARAGA TEMPO DULU
Makanan untuk binaraga pada tempo dulu, sebenarnya tidak beda dengan makanan yang dikonsumsi oleh kebanyakan binaraga sekarang. Seperti sayuran yang direbus bisa untuk menstabilkan tubuh, daging atau ikan juga baiknya direbus, berfungsi untuk menghangatkan tubuh. Selain itu juga penting sekali dalam mengkonsumsi buah-buahan.
Kalau untuk supplemen, pada atlit binaraga dulu juga menggunakan supplemen, bahkan harus, karena supplemen dapat membantu mempercepat pembakaran lemak dalam tubuh. Walau atlit sudah menggunakan supplemen, janganlah ia malas bergerak, karena jika malas bergerak, supplemen yang diasup ke dalam tubuh hanya akan membahayakan ginjal, jantung, dan liver.
BERBAGI CERITA, OLEH MANTAN ATLIT BINARAGA INDONESIA YANG PERTAMA
Pelatih Binaraga Pengurus Daerah(Pengda) PABBSI Sumatra Utara, T. Mansyur, kelahiran Medan-1939 ini menilai, “sebenarnya Sumatra Utara banyak memiliki binaragawan muda yang potensial, namun perlu mendapat bimbingan”.
Hal ini dikemukakannya, setelah melakukan evaluasi pada turnamen angkat besi, angkat berat, dan binaraga dalam memperebutkan Piala Bhayangkara II pada waktu itu di Medan.
Menurut Mansyur, bimbingan binaragawan muda ini menyangkut tentang penampilan pada kontes di turnamen, terutama masalah pose wajib, ujar orang yang telah berkecimpung di dunia binaraga ini selama 35 tahun lebih.
Pada waktu melakukan kontes, biasanya para juri yang diperhatikan pertama-tama adalah kulit, tampang, dan sikap pada saat si binaragawan melakukan pose wajib, “nah, pada saat itulah banyak binaragawan muda yang kalah“, ujarnya.
“Sementara itu pada saat melakukan pose wajib, para binaragawan muda tidak sedikit yang melakukan kesalahan-kesalahan, padahal, ini penting kalau pada pose mereka ini salah, tentunya akan mengurangi nilai, bahkan bisa gagal total“, ujarnya lagi.
Untuk itu, Mansyur menganjurkan agar pelatih-pelatih klub selalu memperhatikan hal-hal yang wajib dan penuh arti dalam di setiap kontes binaraga, “kalau tidak, kasihan kepada mereka-mereka yang masih muda“.
Kalau disinggung mengenai postur tubuh para binaragawan muda dulu, belum bisa dikatakan ideal, “kendati tubuh mereka kekar-kekar, namun masih di bawah standar“. Kurangnya standar tersebut, menurut Mansyur, diantaranya ada seorang binaragawan yang memiliki tubuh yang baik, namun pada bagian kaki tidak memiliki otot sama sekali, “persisnya seperti atlit angkat besi, atau pun angkat berat“.
Di samping itu, ada juga kakinya yang cukup ideal, namun bahu belakang terlalu tipis, begitu juga dengan otot, walau sudah jelas, namun belum mencapai semaksimal mungkin. “Ini menandakan para binaragawan yang masih baru, sehingga otot-otot yang diharapkan belum tumbuh benar”.
Untuk itu, kendati para binaragawan yang gagal meraih medali sebenarnya tidak perlu berkecil hati, bahkan perlu menyadari kekurangan-kekurangannya yang berakibatkan tidak bisa menyaingi binaragawan-binaragawan senior.
“Menurut pengalaman, seorang binaragawan baru akan terlihat bila telah berlatih selama 5 tahun lebih“, katanya ketika ditanya berapa tahun idealnya seorang binaragawan berlatih.
SAAT BENTROK ANTARA PABBSI & FBI
Sebagai mantan atlit senior binaraga Robert Tumpal Hutauruk MSc, BB, yang juga pendiri organisasi binaraga ini, sempat mengatakan, “sebaiknya pembinaan cabang olahraga binaraga diserahkan kepada FBI (Federasi Binaraga Indonesia) saja, dan menurutnya, selama cabang olahraga ini bergabung di bawah PABBSI, pada 04 Juni 1975, pembinaan olahraga binaraga ini sangatlah lamban perkembangannya”.
Hal ini dikatakan beliau, karena para pengurus PABBSI lebih memperhatikan olahraga angkat berat dan angkat besinya. Beliau juga merasa heran, apa keberatan pihak PABBSI melepas pembinaan binaraga ini untuk berinduk organisasi sendiri, maksudnya adalah untuk pembinaan yang lebih terfokus dan lebih terarah.
Pada Kejuaraan nasional binaraga yang digelar di Medan dulu, beliau sempat menanyakan kepada Deputy Menpora Prof. Dr. Ir. Djohar Arifin, lalu Djohar yang juga mantan Sekjen KONI pusat ini, ternyata juga heran dengan kebijakan KONI pusat yang sebelumnya yang tidak tegas dalam memberikan keputusan mengenai “berinduk ke mana cabang olahraga binaraga ini“.
Sebelumnya Hutauruk sempat mengatakan, KONI pusat telah mengeluarkan surat keputusan cabang binaraga ini agar pisah dari PABBSI, dan mendirikan sendiri organisasinya yang kemudian dibentuk bernama FBI. Surat keputusan itu ditandatangani oleh ketua umum KONI pusat Agum Gumelar, namun belakangan saat KONI pusat beralih dari Djohar Arifin, keluar lagi surat yang ditandatangani oleh Sekjen KONI pusat yang baru, dengan menyebut, “cabang olahraga binaraga dibina bersama PABBSI dan FBI. PABBSI yang membina olahraga ini di dalam negeri, sedangkan FBI yang berhak mengirimkan atlit binaraga untuk mengikuti pertandingan ke luar negeri”.
Sejak dikeluarkannya surat tersebut, hal inilah yang membuat pembinaan binaraga Indonesia menjadi rancu, dan membuat para atlitnya menjadi bingung unbtuk berinduk organisasi yang mana, PABBSI atau FBI.
Ada lagi salah satu hal yang mengherankan Robert Tumpal Hutauruk, hadirnya Datuk Paul Choa, selaku ketua Amatir Body Building Federasi Asia (ABBF) di Kejurnas binaraga Medan lalu. Padahal kata Hutauruk, menurut peraturan IFBB(International Of Body Building) yang berpusat di Montreal-Kanada, dia tidak dibenarkan hadir pada event itu.
Kehadiran Paul pun tersebut, sempat mengundang protes dan membingungkan pengurus FBI cabang Sumatra Utara dan FBI pusat-Jakarta. Dan protes FBI cabang Sumatra Utara ini telah dilaporkan oleh FBI pusat ke IFBB di Moentreal-Kanada, yang presidennya bernama Mr. Ben Weider.
Seperti waktu itu, Ketua FBI Sumatra Utara “Drs. Herry Zulkarnain Hutajulu, Msi”, dengan didampingi ketua panitia kejuaraan binaraga terbuka FBI Sumatra Utara “Ir. Fadya Harry Satwiko” dan penasehat FBI “Robert Tumpal Hutauruk”, Zul merasa tidak merasa begitu risau dengan keputusan KONI yang tidak mau mengakui keberadaan FBI pasca pemisahan diri cabang olahraga ini dari PABBSI.
Karena organisasi binaraga Asia Tenggara dan Asia hanya mau mengakui keberadaan FBI, sedangkan PABBSI tidak diakui. Meski KONI tidak memasukkan FBI dalam keikutsertaannya pada tim Asian Games, FBI tetap akan berangkat sendiri atas nama FBI.
Niat Zul ini dalam membesarkan binaraga sampai ke daerah-daerah, bahkan ia ingin mengantarkan anak bangsa menampilkan bakatnya sampai pada event dunia, memang benar-benar tulus, ternyata bukan hanya prestasi binaragawan saja yang diperhatikan, tetapi masa depan para atlit tersebut juga diperhatikannya.
Sementara itu, Robert Tumpal Hutauruk mengatakan, “rencana binaraga memisahlan diri dari PABBSI sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970-an”. Menurutnya, “satu organisasi seperti PABBSI tidak mungkin membina tiga cabang olahraga sekaligus”.
“Karena selama ini pembinaan binaraga selalu dianak tirikan, jadi alangkah baiknya bila binaraga berpisah dari PABBSI, kami heran KONI kok tidak setuju, padahal sebelumnya ketua KONI pusat yang sekarang “Agum Gumelar” sudah menyetujuinya, tapi kenapa PABBSI begitu bersikeras untuk mempertahankan binaraga agar tetap bergabung dengan PABBSI“, ucap pendiri binaraga Indonesia ini heran.
Atlit binaraga Indonesia era 70-an, “T. Mansyur (kelahiran Medan-1939)”, adalah atlit binaraga Indonesia yang pertama kalinya di tanah air. menurut pengalaman beliau, masa itu beliau sudah mulai melakukan latihan dari tahun 54 hingga tahun 70-an. Setelah menjalani proses latihan selama 16 tahun itulah, ia mengaku baru bisa mendapatkan kejuaraan di tingkat asia, namun baru bisa mendapatkan kejuaraan di tingkat asia saja.
Dulu, selama beliau masih suka melakukan latihan, program latihan baginya tidaklah terjadwal, “pokoknya asal dari dalam diri saya timbul rasa ingin latihan, maka saya segera melakukan latihan sehari sekali di sore hari, mulai jam 4 sore hingga jam 8 malam”.
T. Mansyur, mantan atlit di era 70-an ini, sempat aktif menjadi atlit binaraga Indonesia yang pertama dari tahun 1970 hingga 1975, dan dalam tahun 1975, beliau memilih berhenti dari profesinya sebagai atlit binaraga. Sekarang ini ia mengaku hanya mengajak anak-anak saja.
Latar belakang beliau sendiri menceburkan diri ke dunia kebinaragaan ini, karena pada waktu itu beliau suka menyaksikan acara pentas raga di televisi yang dibintangi oleh atlit-atlit binaraga luar negeri. Rupanya beliau tertarik dengan tubuh para binaragawan luar negeri yang bagus-bagus, kekar, dan berotot.
Menurutnya, olahraga binaraga dulu masih belum banyak yang menyukainya, namun sekarang berbeda, karena binaraga sekarang sudah banyak perkembangannya, mulai dari ilmu, pengalaman dan alat-alat latihan yang canggih. Teks : Setiyorini.